Selasa, 14 Mei 2013

Kumpulan Tugas Kebidanan



TEORI-TEORI YANG MEMPENGARUHI MODEL KEBIDANAN
TEORI-TEORI YANG MEMPENGARUHI MODEL KEBIDANAN
Sejarah kebidanan berjalan panjang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta kebutuhan masyarakat. Model dalam kebidanan mengadopsi dari beberapa model lainnya dan berdasarkan teori yang sudah ada yaitu diantaranya teori Reva Rubin, sehingga tercipta sebuah model kebidanan yang sesuai dengan filosofi kebidanan baik dari segi bidan sebagai profesi maupun wanita dan keluarga sebagai focus pelayanan asuhan kebidanan.
Model kebidanan ini sebagai tolak ukur bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada klien sehingga akan terbina suatu partner ship dalam asuhan kebidanan. Dengan ini diharapkan profesi kebidanan akan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif.
1. Teori Reva Rubin mengenai pencapaian peran ibu (attainment of maternal role)
Rubin adalah seorang nurse-midwife dari Amerika yang penelitiannya member pengaruh besar dalam asuhan kehamilan dan pos partum. Rubin menjelaskan teorinya mengenai peran dan penampilan peran. Dia membedakan antara konsep dari posisi yaitu suatu status social yang diberikan kepada seseorang(missal guru/ibu) dan konsep dari peran yang dilukiskan sebagai aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut yang menentukan bahwa dalam dia mempunyai posisi tertentu. Seseorang mempunyai posisi berb eda dalam tahapan hisupnya yang berbeda dan juga dapat mempunyai posisi ganda pada waktu yang bersamaan sebagai seorang anak perempuan, istri dan ibu juga sebagai bidan, pelajar juga sebagai karyawan. “Tindakan-tindakan yang diatur sekitar posisi, terdiri dari peran”(Rubin,1967)
Tujuan riset Rubin adalah mengidentifikasi bagaimana wanita tersebut mampu mengambil peran seorang ibu dan hal apa saja yang dapat membantu atau menghambat/member efek negatif terhadap proses pencapaian peran tersebut. Menurut Rubin untuk mencapai peran tersebut seorang wanita membutuhkan proses belajar berupa latihan-latihan. Dalam proses ini wanita diharapkan mampu mengidentifikasi bagaimana wanita tersebut mampu mengambil peran eorang ibu. Teori ini sangat berarti pula bagi calon ibu untuk mempelajari peran yang akan dialaminya kelak sehingga ia mampu beradaptasi dengan perubahan dalam kehamilan dan setelah menikah.
Peran diperoleh melalui proses belajar yang dicapai melalui suatu rangkaian aktivitas.
Perubahan yang umumnya terjadi pada wanita pada waktu hamil adalah :
a. Ibu cenderung lebih tergantung dan lebih memerlukan perhatian sehingga dapat berperan sebagai calon ibu dan dapat memperhatikan perkembangan janinnya.
b. Ibu memerlukan sosialisasi.
Tahap-tahap psikososial yang biasa dilalui oleh calon ibu dalam mencapai perannya.
a. Anticipatory stage
Seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain.
b. Honeymoon stage
Ibu mulai memahami sepenuhnya peran dasar yang dijalaninya. Pada tahap ini ibu memerlukan bantuan dari anggota keluarga yang lain.
c. Plateu Stage
Ibu akan mencoba apakah ia mampu berperan sebagai seorang ibu. Tahap ini memerlukan waktu beberapa minggu sampai ibu kemudian melanjutkan sendiri.
d. Disengagement
Merupakan tahap penyelesaian yang mana latihan peran sudah berakhir.
Arti dan efek kehamilan pada pasangan :
a. Pasangan merasakan perubahan tubuh pasangannya pada kehamilan 8 bulan sampai 3 bulan estela melairhan.
b. Pria juga bias mengalami perubahan fisik dan psikososial selama pasangannya hamil.
c. Anak yang dilahirkan merupakan gabungan dari 3 perbedaan yang ada, yaitu :
• Hubungan ibu dengan pasangan.
• Hubungan ibu dengan janin yang berkembang.
• Hubungan individu dengan individu yang unik dan anak
d. Ibu tidak pernah lagi menjadi sendiri
e. Tugas yang harus dilakukan seorang wanita atau pasangan dalam kehamilan :
• Percaya bahwa ia hamil dan berhubungan dengan janin dalam satu tubuh.
• Persiapan terhadap pemisahan secara fisik pada kelahiran janin.
• Penyelesaian dan identifikasi kebingungan seiring dengan peran transisi untuk mempersiapkan fungsi keluarga.
f. Reaksi yang umum pada kehamilan :
• Trimester I : ambivalen, takut, fantasi, khawatir.
• Trimester II : pasangan lebih enak, meningkatnya kebutuhan untuk mempelajari tentang perkembangan janin, menjadi narsistik, pasif, introvert, kadang kelihatan egosentrik dan self contered.
• Trimester III : berperasaan aneh, sembrono, menjadi lebih introvert, merefleksikan terhadap pengalaman masa kecil, terlihat jelek.
Dalam penelitiannya dan obserfasinya lebih dari 20 tahun Rubin menyimpulkan bahwa tujuan dari usaha ibu selama kehamilan adalah :
1) Meyakinkan adanya keamanan bagi diri dan bayinya selama kehamilan dan persalinan.
2) Meyakinkan adanya penerimaan social bagi diri dan bayinya.
3) Meningkatkan ikatan tarik menarik dalam kontruksi dari image dan identitas dari saya dan anda.
4) Mencari kedalaman dari arti tindakan transitif dari memberi dan menerima.
Tugas atau tujuan dari aktivitas selama hamil, bersalin dan puerpurium digambarkan lebih ringkas oleh Josten (1981) sebagai berikut :
a. Memastikan kesejahteraan fisik untuk dirinya dan bayinya.
b. Penerimaan social untuk dirinya dan bayinya oleh orang-orang berarti bagi mereka.
c. Keterikatan kepada si bayi.
d. Pemahaman dan kerumitan menjadi seorang ibu.
Dari data itu Rubin mengidentifikasikan 3 aspek yang meliputi :
1) Image Idea
Terdiri dari semua ide yang dimiliki wanita itu sendiri mengenai sikap dan aktivitas para wanita sebagai seoorang ibu.
2) Image Diri
Terdiri dari sikap wanita itu melihat dirinya, yang dimiliki dari pengalamannya.
3) Body Image
Perubahan tubuh selama kehamilan dan perubahan nyata dari arti proses kehamilan itu.
2. Teori Ramona Mercer (Ramona menjelaskan stress antepartum dan pencapaian peran ibu.)
Teorti Marcer sangat dipengaruhi oleh Reva Rubin. Ada 2 pokok pembahasan dalam teori Mercer, yaitu :
a) Efek stress antepartum
Stress antepartum dijelaskan sebagai komplikasi dari kehamilan atau kondisi beresiko tinggi dan peristiwa/pengalaman/pandangan negatif tentang peristiwa kehidupan. Keluarga digambarkan sebagai satu system yang dinamik yang meliputi subsistem-individu (bapak, ibu, janin/bayi) dan pasangan (ibu-bapak, ibu-janin/bayi, ayah-bayi) dalam sisitem keluarga secara keseluruhan.
Riset Mercer dkk menjelaskan tentang efek stress antepartum terhadap fungsi keluarga sebagai satu keutuhan, fungsi pasangan individual (hubungan timbale balik ibu-ayah, ibu-bayi, ayah-bayi) dalam keluarga, dan status kesehatan sebagai pariabel dependen dan depresi.
Ramona mengidentivikasikan 6 variabel independen yang berhubungan dengan status kesehatan. Hubungan pasangan ibu dan anak dan fungsi keluarga yaitu : stress antepartum, dukungan social, self esteem, perasaan menguasai, kecemasan dan depresi.
Mercer kemudian mempresentasikan 3 model yang mendukung hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen diatas, yaitu :
1) hubungan stress antepartum dengan individu
2) hubungan stress antepartum dengan pasangan individual
3) hubungan stress antepartum dengan fungsi keluarga
Tahun 1988 Mercer mengemukakan hasil risetnya tentang efek stress antepartum terhadap fungsi keluarga yaitu bahwa variabel-variabel mempunyai efek negatif atau positif terhadap fungsi keluarga, yang dapat diuraikan sebagai berikut : stress dari peristiwa kehidupan yang negatif dan resiko/komplikasi kehamilan dipredikp harga diri dan status kesehatan. Harga diri dan status kesehatan, dan support social diprediksi mempunyai efek positif langsung terhadap rasa penguasaan (sense of mastery). Sense of mastery diperkirakan mempunyai efek negatif langsung terhadap kecemasan, yang pada akhirnya mempunyai efek negatif terhadap fungsi mempunyai efek negative langsung terhadap keluarga.
Mercer kemudian menguji coba model efek stress antepartum terhadap fungsi keluarga pada para wanita yang dirawat di RS dengan resiko/komplikasi kehamilan, kemudian dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan resiko rendah. Hasilnya ternyata bahwa wanita dengan kehamilan esiko tinggi mengalami fungsi keluarga yang kurang optimal daripada keluarga para wanita dengan kehamilan resiko rendah.
b) Pencapaian peran ibu
Salah satu dari penekanan dari karya Mencer adalah pencapaian Peran Ibu “Menjadi seorang ibu berarti mengambil suatu identitas baru. Mengambil suatu identitas baru mencakup suatu pemikiran kembali secara menyeluruh dan mendefinisikan kembali mengenai dirinya sendiri.
Bidan di Amerika menaruh perhatian pada pencapaian peran ibu karena menurut Mencer minat peran ini adalah penting karena beberapa orang mengalami kesulitan datang memikul peran ini dimana menurut Mercer ada konsekuensinya untuk anak-anak mereka.”Sementara kebanyakan wanita mencapai peran ini dengan sukses, ada sekitar 1-2 juta ibu (di Amerika) mengalami kesulitan dengan peran ini dengan sukses yang terbukti dengan sejumlah penganiayaan dan menelantarkan anak-anak”. (mencer, 1981)
Mencer seperti Rubin mengambil pendekatan saling mempengaruhi (interactionist) dalam memahami proses dimana seseorang mengalami suatu peran baru. Pandangan dari interactionist adalah bahwa cara seseorang berperan dan bertindak dalam suatu peran tergantung dari reaksi dan interaksi yang mereka alami dengan orang-orang disekitarnya, misalnya suaminya, keluarganya, dan orang lain.
Pencapaian peran ibu adalah suatu proses interaksi dan perkembangan yang terjadi dalam suatu kurun waktu, sementara itu akan terjadi ikatan kasih dengan bayinya. Membutuhkan kompetensi dalam mengemban tugas pengasuhan yang terlibat dalam peran tersebut. Pengambilan peran melibatkan interaksi aktif dari pengambil peran dan partner si peran, setiap respon terhadap isyarat dari orang lain dan merubah perilaku tergantung dari respon orang lain. (Mercer,1986)
Penampilan peran seseorang juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya dan pandangan dari diri mereka sendiri. Mencer menggambarkan dasar teori dari penelitian dalam teori pencapaian peran yang mengidentifikasikan 4 tahap dalam pencapaian peran, yaitu : pendahuluan (anticipatory), formal informal dan tahap personal.
Sebagai perbandingan, Rubin menyebutkan peran ibu sudah dimulai sejak ibu mulai hamil sampai 6 bulan setelah melahirkan, tetapi menurut Mencer mulainya peran ibu adalah setelah bayi lahir (3-7 bulan setelah melahirkan).
Mencer menegaskan bahwa umur, tingkat pendidikan, ras, status perkawinan, status ekonomi dan konsep diri adalah faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam pencapaian peran.
Peran bidan diharapkan oleh Mencer dalam teorinya adalah membantu wanita dalam melaksanakan tugas dalam adaptasi peran dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian peran ini dan kontribusi dari stress antepartum.
3. Teori Ernestine Wiedenbach
Adalah seorang perawat yang telah bekerja selama 20 tahun. Kemudian ia selesaikan kualifikasinurse-midwife tahun 1946. Adalah penulis dari buku“Family-Centered Maternity Nursing” tahun 1958. Secara kebetukan pada saat yang bersamaan Margareth Myles juga menulis dan merevisi bukunya yang dengan versi Inggris. Walaupun Weidenbach pernah lama menjadi perawat tetapi bukunya ini ditulis waktu dia bekerja di bagian kebidanan.
Teori Weidebach menemukan 5 konsep dari realitas keperawatan :
a) Agent : bidan/perawat
b) Penerima : wanita, keluarga, masyarakat
c) Tujuan/goal : tujuan dari pelayanan
d) Alat : metoda mencapai tujuan
e) Kerangka : social dan lingkungan organisasi dan professional
a) Agents Midwife
Bidan menjadi agen bagi klien dalam mencapai tujuan. Model ini menekankan perlunya mempertimbangkan keyakinan atau teman sejawat/kolega dalam memberikan asuhan.Filosofi Weidenbach tentang asuhan kebidanan ditunjukan dalam uraian mengenai tujuan pokok maternity-nursing yang tidak hanya memenuhi kebutuhan ibu dan bayi namun meluas hingga pemenuhan kebutuhan ibu dan ayah dalam mengembangkan kekuatan dari dalam degan penuh percaya diri dalam rangka mempersiapkan dan mencapai peran mereka sebagai orang tua.
b) Recipient
Penerimaan asuhan adalah wanita dalam masa reproduks,i keluarganya dan masyarakat yang karena suatu hal tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan muncul karena adanya kondisi tertentu, mis : kehamilan, persalinan, nifas dan sebagainya. Recipient menurut Weidenbach adalah “individu yang mampu menentukan kebutuhannya akan bantuan (a need for help). Bidan perlu melakukan tindakan/intervensi hanya bila terdapat kendala yang menyebabkan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan secara memuaskan.”
c) Goal/purpose
Disadari bahwa kebutuhan masing-masing individu perlu diketahui sebelum menetukan goal. Bila sudah diketahui kebutuhan ini, maka aru dapat diperkrakan goal/tujuan yang akan dicapai dengan pertimbangkan tingkah laku fisik, emosional, atau fiiologikal yang berbeda dari kebutuhan normal.
d) Means
Metode untuk capai asuhan kebidanan ada 4 tahap :
1) Identifikasi kebutuhan klien (identification), memerlukan ketermpilan dan ide.
2) Memberikan dukungan dalam capai pertolongan yang dibutuhkan (ministrasion)
3) Memberikan banutuan sesuai kebutuhan (validation)
4) Mengkoordinasi tenaga yang ada untuk berikan bantuan(coordination)
5) The frame walk meliputi lingkungan social, organisasi, dan profesi.
4. Teori Ela Joy Lehman
Telah di lakukan banyak penelitian untuk mempelajari isi dan proses dari pemeriksaan antenatal. Robin,dkk 1983 dan Robinson 1985 mempelajari peran bidan dalam memberi informasi yang komprehensif dan memberikan nasehat dalam pelayanan kebidananseperti waktu pemeriksaan perut dan memberikan nasehat tentang laktasi dan asuhan kesehatan selama kehamilan mereka belajar sejauh mana bidan mampu menunjukkan perannya memberi asuhan ibu bersalin. Macintyre (1980) dalam observasinya menemukan perbedaan antara rethorik resmi antara nilai asuhan antenatal dan corak asuhan yang impersonal yag dialami oleh ibu diklinik spesialis. Lehreman mengidentifikasi konsep yang menggaris bawahi asuhan antenatal yang akan diberikan.
Lerhman mempelajari pelayanan yang diberikan oleh bidan di klinik yang di pimpin oleh bidan di Amerika. Lerhman menemukan adanya delapan konsep dari falsafah yang menggaris bawahi pelayanan antenatal yang diberikan oleh bidan di Amerika yaitu :
1) Asuhan yang berkesinambungan (continuity care )
2) Asuhan yang berpusat pada keluarga (family centered care )
3) Penyuluhan dan konseling sebagai bagian dari asuhan
4) Asuhan yang bersifat non-intervensi
5) Fleksibel /keluwesan dalam memberikan asuhan
6) Asuhan yang partisipasif
7) Pembelaan / advokasi konsumen
8) Waktu
Asuhan yang partisipasif dalam konteks pelayanan kebidanan di UK dibahaskan sebagai pilihan dan kontrol dari si wanita yang dilayani (choise and control on the part of the woman ). Hal ini dimaksudkan sebagai pengkajian dan merencanakan program
Morten, dkk (1991) mengidentifkasikan 3 komponen tambahan di samping ke-8 konsep yang ditemukan oleh lehrman. Ke-3 komponen tambahan yang dimaksud adalah :
• Teknik Terapeutik
Teknik terapeutik dijelaskan sebagai proses komunikasi yang menguntungkan atau mendorong pertumbuhan dan penyembuhan. Hal ini diukur dengan indikator: mendengarkan secara aktif, penyelidikan, klarifikasi,humor, sikap tidak menghakimi, mendorong, fasilitas / mempermudah dan memberikan permisi/izin.
• Pemberdayaan (empowerment)
Pemberdayaan adalah suatu proses memberipower kekuatan dan penguatan. Bidan melalui penampilan dan pendekatan akan meningkatkan energi dan sumber dari dalam diri klien.indikatornya antara lain : penguatan/penegasan (affirmation), memvalidasi, meyakinkan kembali, dukungan (support).
Hubungan lateral diartikan sebagai : bidan meningkatkan interaksi yang mempunyai ciri keterbukaan (self of opennes), saling menghargai di antara bidan dan klien, indikator hubungan lateral adalah : kesejajaran, empati, berbagi pengalaman /perasaan.
Lehrman dan Morten, et.al., memberikan suatu model praktik kebidanan yang secara jelas menunjukan area praktik kebidanan.
5. Teori Jean Ball
Jean ball adalah seorang midwife dari british yng telah melakukan risetnya scara intensif terhadap kebutuhan wanita pada masa post natal, dan konsekuensinya bagi wanita yang mendapat asuhan dari berbagai unit pelayanan. Dalam bukunya
“Reaction to motherhood”(1987) ia menjelaskan tujuan asuhan post natal yang sekaligus juga menjadi filosofi Jean Ball tentang post natal care sebagai berikut:
“membantu seorang wanita agar berhasil menjadi ibu, dan keberhasilan ini tidak hanya melibatkan proses fisiologi saja tapi juga psikologis dan emosional yang motivasi keinginan untuk menjadi orang tua serta pencapaiannya.”
Ia menyatak bahwa dalam praktik diberbagai institusi, jenis pelayanan yang diberikn mungkin lebih dekat ke model obstetric/medical dimana interst terhadap post natal care minimal,karena kelahiran sudah tercapai. Bila menggunakan pendekatan midwife,maka kehamilan dan postnatal dianggap sebagai saat adopsi terhadap peran baru yaitu menjadi ibu. Ball mengungkapkan hipotesisnya:
“respon emosinal terhadap perubahan setelah melahirkan akan dipengaruhi oleh personality/kepribadian dan dukungan yang diterima dari system support keluarga dan sosial.cara asuhan yang diberikan oleh bidan selama postnatal akan mempengaruhi proses emosional wanita terhadap perubahan setelah kelahiran.
Kesejahteraan wanita setelah melahirkan sangat bergantung pada personality atau kepribadian wantita itu sendiri, support system dukungan pribadi dan support yang diberikan oleh pelayanan maternitas. Ball mengemukakan teori kursi goyang/deck chair dimana:
1) Dasar kursi dibentuk oleh pelayanan kebidanan yang berpijak pada pandangan masyarakat tentang keluarga.
2) Topangan kanan kiri adalah kepribadian wanita, pengalaman hidup
3) Topangan tengah (yang menyangga kursi dari belakang kanan-kiri )\
Adalah keluarga dan support system
4) Tempat duduk menggambarkan kesejahteraan maternal, yang tergantung pada efektifitas elemen-elemen sebagai berikut.
• Jika deck chair tidak ditegakkan dengan benar, maka ia akan kolaps/jatuh saat diduduki
• Jika kursi tidak di letakkan pada lantai yang kuat maka kursi akan jatuh
• Jika bagian-bagiannya tidak cocok satu sama lain mungkin dapat saja menyangga, namun yang menduduki tidak nyaman dan mengalami ketegangan.
Semakin banyak faktor yang dinilai baik, semakin tinggi tingkat kesejahteraan emosional,demikian pula sebaliknya.namun karena faktor-faktor tersebut saling berinteraksi,maka penilaian yang buruk pada faktor tertentu dapat diseimbangakan dengan penilaian yang baik pada faktor ain, sehingga potensial outcame emosional dapat diperbaiki.
KONSEPTUAL ASUHAN KEBIDANAN
Model Konseptual kebidanan bermanfaat sebagai suatu bentuk pedoman atau acuan untuk memberikan asuhan kebidanan.
Praktik Kebidanan banyak dipengaruhi oleh Teori dan Model. Pada Bagian ini akan diuraikan beberpa model yang berpengaruh dalam praktik kebidanan.
1. Model Medikal
Model Medikal merupakan salah satu model yang dikembangkan untuk membantu manusia dalam memahami proses sehat dan sakit dalam arti kesehatan. Model ini lebih banyak digunakan dalam bidang kedokteran dan lebih berfokus pada proses penyakit dan mengobati ketidaksempurnaan.
Yang Tercakup dalam model medical adalah :
a). Berorientasi pada penyakit
b). Menganggap bahwa akal/pikiran dan badan terpisah
c). Manusia menguasai alam
d). Yang tidak biasa menjadi menarik
e). Informasi yang terbatas pada klien
f). Pasien berperan pasif
g). Dokter yang menentukan
h). Tingginya teknologi menaikkan prestise
i). Prioritas kesehatan individu dari pada kesehatan komunitas
j). Penyakit dan kesehatan adalah domain dokter
k). Pemahaman manusia berdasarkan mekanik dan bioengineering. Model medical ini kurang cocok untuk praktik kebidanan karena terllau berorintasi apda penyakit dan tidak memberi kesempatan klien untuk menentukan nasibnya sendiri. Walaupun demikian kenyataannya masih banyak yang terpengaruh pada model medical ini.
Berikut ini akan diberikan gambaran bagaimana perbedaan pandangan mengenai kehamilan sesuai model medical.
Model Medical
a). Normal dalam perspektif
b). Kasus tidak biasa menjadi menarik
c). Dokter bertanggung Jawab
d). Informasi terbatas
e). OutCome yang diharapkan : “Ibu dan bayi hidup dan Sehat”
Falsafah kebidanan terhadap Kehamilan Hal Fisiologis
Normal dalam antisipasi
a). Setiap Persalinan Peristiwa Unik
b). Wanita dan keluarga membuat keputusan
c). Informasi diberikan tidak terbatas
d). Outcome yang diharapkan : “Ibu dan bayi yang hidup dan sehat dan kepuasan akan kebutuhan individu”
2. Paradigma Sehat
Derajat kesehatan di Indonesia masih rendah, hal ini menuntut adanya upaya untuk menurunkannya. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan, pemerintah membuat satu model dalam pembangunan kesehatan yaitu PARADIGMA SEHAT. Paradigma Sehat ini pertama kali dicetuskan oleh Prof. Dr.F.A Moeloek (MenkesRI) Pada Rapat Sidang DPR Komisi VI pada Tangal 15 september 1998.
Paradigma Sehat adalah Cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang melihat masalah kesehatan saling berkait dan mempengaruhidengan banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan.
Secara MAKRO dengan adanya Paradigma sehat berarti Pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya dibidang kesehatan.
Secara MIKRO dengan adanya Paradigma sehat maka Pembangunan kesehatan lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif.
Paradigma Sehat ini sangat penting karena :
a). Paradigma sehat merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan secara proaktif.
b). Mendorong masyarakat menjadi mandiri.
c). Menyadarkan masyarakat pada pentingnya yang promotif dan preventif.
Paradigma Sehat ini merupakan model dalam pembangunan kesehatan tetapi juga dijadikan model dalam Asuhan Kebidanan, hal ini karena :
a) . Dengan Paradigma sehat akan merubah cara pandang masyarakat tentang kesehatan termasuk kesehatan reproduksi, dan mendorong masyarakat menjadi mandiri dan sadar akan pentingnya upaya promotif dan preventif.
b). Mengingat paradigma sehat merupakan upaya untuk menurunkan derajat kesehatan di Indonesia yang utamanya dinilai dari AKI dan AKB, maka Bidan sebagai bagian dari tenaga yang turut bertanggung jawab terhadap menurunnya AKI dan AKB perlu menjadikan paradigma sehat sebagai model.
c). Paradigma Sehat merupakan suatu gerakan nasional sehingga Bidan pun harus menjadikan paradigma sehat sebagai model atau acuan.
Paradigma sehat dikatakan sebagai suatu perubahan sikap, orientasi atau MindSet, Beberapa pandangan yang berubah menjadi Paradigma Sehat, yaitu :
a). Kesehatan sebagai kebutuhan yang bersifat pasif dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan bersifat aktif karena merupakan keperluan dan bagian dari HAM
b). Kesehatan sebagai konsumtif dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan merupakan suatu investasi karena menjamin adanya SDM yang berproduktif secara sosial dan ekonomi
c). Kesehatan hanya bersifat penanggulangan jangka pendek dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan bagian upaya pengembangan SDM berjangka panjang
d). Pelayanan kesehatan bukan hanya pelayanan medis dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan pelayanan kesehatan paripurna, dengan memandang manusia sebagai manusia seutuhnya
e). Pelayanan kesehatan terpecah-pecah dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan terpadu
f). Kesehatan hanya jasmani /fisik dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan mencakup mental dan sosial
g). Fokus pada penyakit dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan tergantung segmen/permintaan pasar
h). Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat umum dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan tanggung jawab juga masyarakat swasta (private)
i). Kesehatan merupakan urusan pemerintah dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan juga menjadi urusan swasta
j). Biaya kesehatan publik subsidi pemerintah dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan ditanggung bersama pengguna jasa
k). Pembayaran biaya setelah pelayanan dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan dapat dibiaya dimuka (JPKM)
l). Kesehatan berfungsi sosial dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan juga berfungsi ekonomi
m). Pengaturan secara sentralis dirubah menjadi pandangan bahwa pengaturan desentralisasi
n). Pengaturan secara top down dirubah menjadi pandangan bahwa pengaturan bottom up
o). Birokratis dirubah menjadi enterpreuner
q). Masyarakat dubutuhkan Peran sertanya, dirubah menjadi pandangan bahwa Kesehatan Kemitraan
3. Midwifery Care
CARE dalam bahasa Inggris mempunyai arti Memelihara, Mengawasi, memperhatikan dengan sepenuhnya. Dihubungkan dengan kebidanan care disebut sebagai ASUHAN.
Bidan dalam memegang Prinsip Midwifery Care yaitu :
a). Mengakui dan mendukung keterkaitan antara fisik, psikis dan lingkungan kultur sosial
b). Berasumsi bahwa mayoritas wanita bersalinan ditolong tanpa intervensi
c). Mendukung dan Meningkatkan persalinan alami
d). Menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dilandaskan ilmu dan seni
e). Wanita punya kekuasaan yaitu berdasarkan tanggungjawab bersama untuk suatupengambilan keputusan, tetapi wanita mempunyai kontrol atau keputusan terakhir mengenai keadaan dirinya dan bayinya
f). Dibatasi oleh hukum dan ruang lingkup praktik
g). Berprinsip Women Center Care
Women Centre Care
Yang dimaksud dengan Women Centre Care adalah Asuhan yang berorientasi pada Wanita”. Dalam Hal ini Bidan difokuskan memberikan dukungan pada wanita dalam upaya memperoleh status yang sama di masyarakat untuk memilih dan memutuskan perawatan kesehatan dirinya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh suatu badan yaitu House of Commons Health Committee tahun 1992, disimpulkan bahwa terdapat permintaan yang meluas pada kaum wanita untuk memiliki pilihan yang lebih besar dalam menentukan jenis asuhan maternitas yang mereka dapatkan dan bahwa struktur pelayanan maternitas saat ini membuat mereka frustasi bukan memfasilitasi mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya asuhan yang berorientasi pada wanita dimana mereka punya peran dalam menentukan pilihan sehingga terpenihi kebutuhannya dan timbul kepuasaan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Asuhan yang berorintasi pada wanita atau Women Centre Care amat penting untuk kemajuan Praktik kebidanan.
Women Center Care ini sangat sesuai dengan keinginan ICM (International Confederation Of Midwifery) yang tertuang dalam VISI nya, yaitu :
a). Bidan memberikan asuhan pada wanita yang membutuhkan askeb
b). Bidan mempunyai otonomi sebagai pemberi asuhan yang menghargai kerjasama team dalam memberikan asuhan untuk seluruh kebutuhan wanita dan keluarga
c.) Bidan memegang kunci dalam menentukan asuhan dimasa mendatang termasuk pelayanan kesehatan utama pada komunitas untuk seluruh wanita dan keluarga
d). Bidan bekerjasama dengan wanita dalam memberikan asuhan sesuai dengan harapan wanita

Untuk dapat memberikan Care atau Asuhan yang baik terhadap wanita, bidan harus menerapkan hal-hal berikut ini :
a). Lakukan Intervensi Minimal
b). Memberikan asuhan yang komprehensif
c). Memberikan asuhan yang sesuai kebutuhan
d). Melakukan segala tindakan yang Sesuai dengan standar, wewenang, otonomi dan kompetensi
e). Memberikan Informed Content
f). Memberikan asuhan yang Aman, nyaman, logis dan berkualitas
g). Menerapkan Asuhan Sayang Ibu
Yang dimaksud Asuhan sayang ibu ini adalah :
a). Asuhan yang tidak menimbulkan penderitaan bagi ibu
b). Ibu punya otonomi dalam setiap pengambilan keputusan
c). Asuhan yang berorientasi dengan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
•http//ifamidwife.wordpress.com/2007/11/09/model-dalam-asuhan-kebidanan
• Hidayat Asri,dkk. 2008. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan plus materi Bidan Delima, Mitra Cendikia Press:Yogyakarta
Edit
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
Diposkan oleh MidweFery tYara's Rabu, 19 Januari 2011 Label: Kebidanan
A.Bentuk Program Menjaga Mutu Pelayanan Kebidanan
Tergantung dari unsur pelayanan kesehatan yang lebih diprioritaskan sebagai sasaran, program menjaga mutu dapat dibedakan atas 3 macam, yaitu :
1.Program menjaga mutu prospektif (prospective quality assurance)
Program menjaga mutu prospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah diupayakan unsure masukan dan lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
a. Standarisasi (standardization)
Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkanlah standarisasi institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan saran, dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
b.Perizinan (licensure)
Sekalipun standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan kesehatan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang memenuhi persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
Tujuan lisensi:
1)Tujuan umum lisensi :
Melindungi masyarakat dari pelayanan profesi.
2)Tujuan khusus lisensi :
Memberi kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
c. Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.
d. Akreditasi (accreditation)
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka

B.Program Menjaga Mutu Konkuren
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan. Program menjaga mutu konkuren adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure proses, yakni menilai tindakan medis dan nonmedis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Program menjaga mutu konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena adanya factor tentang rasa serta ‘bias’ pada waktu pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati, apabila mengetahui sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh satu tim (team work), atau apabila telah terbentuk kelompok kesejawatan (peer group).
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
1.Tujuan
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b.Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

2.Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a.Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b.Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d.Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.


C.Program Menjaga Mutu Retrospektif
Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif adalah:
1.Reviu rekam medis (record review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, reviu rekam medis dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya drug usage review jika yang dinilai adalah penggunaan obat, dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah pelayanan pembedahan. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
2. Reviu jaringan (tissue review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan, maka berarti pelayanan bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan yang bermutu.
3.Survai klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien

D.Program Menjaga Mutu Internal
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga Mutu
1.Tujuan
Tujuan Program Menjaga Mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Tujuan tersebut adalah:
a.Tujuan Umum
Tujuan umum Program Menjaga Mutu adalah untuk lebuih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
b.Tujuan Khusus
Tujuan khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas lima macam yakni:
-Diketahuinya masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarkan,
-Diketahuinya penyebab munculnya masalah kesehatan yang diselenggarakan,
-Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
-Terselenggarakan upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
-Tersusunnya saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1.Para pelaksana program menjaga mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2.Para pelaksana program menjga mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based),jadi semacam gugus kendali mutu,sebagaimana yang banyak dibentuk didunia industry.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.

E.Program Menjaga Mutu Eksternal
Pada bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya suatu badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan programnya, membentuksuatu unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang dikembangkannya.
Pada program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit diterima.
1. Menetapkan Masalah Mutu
Masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian, masalah mutu layanan kesehatan adalah kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi mutu layanan kesehatan termasuk kepuasan pasien, kepuasan petugas kesehatan, dan kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan standar layanan kesehatan sewaktu memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Masalah mutu layanan kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain :
a. Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan.
b. Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
c. Dengan mendengar keluahan pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
d. Dengan menbaca serta memeriksa catatan dan laporan serta rekam medik.
Inventarisasi masalah mutu layanan kesehatan dasar akan dilakukan oleh kelompok. Jaminan mutu layanan kesehatan melalui curah pendapat atau teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok diminta mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan. Setelah terkumpul, masalah utu tersebut harus diseleksi untuk membedakan mana yang benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui klarifikasi dan komfirmasi terhadap masalah yang terkumpul.
Klarifikasi di sini ditujukan untuk menghilangkan atau memperjelas masalah yang belum atau tidak jelas dan untuk menghindari terjadinya masalah mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih. Komfirmasi maksudnya adalah terdapatnya dukungan data untuk setiap masalah yang telah diklarifikasikan sebagai bukti bahwa masalah mutu layanan kesehatan memang ada. Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi, maka yang bukan masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan ditentukan prioritasnya. Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mencari pengalaman dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan. Karakteristik masalah mutu semacam ini antara lain :
1.Mudah dikenali, karena biasanya dapat dipecahkan dengan mudah dan cepat.
2.Masalah mutu layanan kesehatan, yang menurut petugas layanan penting;.
3.Masalah mutu layanan kesehatan yang mempunyai hubungan emosional dengan petugas layanan.

.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

 1. PASSAGE (JALAN LAHIR)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal.


Passage terdiri dari :
1. Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul)
a. Os. Coxae
• Os illium
• Os. Ischium
• Os. Pubis
b. Os. Sacrum = promotorium
c. Os. Coccygis
2. Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen

Pintu Panggul
(1) Pintu atas panggul (PAP) = Disebut Inlet dibatasi oleh promontorium, linea inominata dan pinggir atas symphisis.
(2) Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina ischiadica, disebut midlet
(3) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut outlet
(4) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan outlet.

Sumbu Panggul
Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan titik-titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan (sumbu Carus)

Bidang-bidang :
(1) Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas symphisis dan promontorium
(2) Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah symphisis.
(3) Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan dan kiri.
(4) Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccygis

Stasion bagian presentasi atau derajat penurunan :
a. Stasion 0 : sejajar spina ischiadica
b. 1 cm di atas spina ischiadica disebut Stasion 1 dan seterusnya sampai Stasion 5
c. - 1 cm di bawah spina ischiadica disebut stasion -1 dan seterusnya sampai Stasion-5

Ukuran-ukuran panggul
(1) Ukuran luar panggul :
a) Distansia spinarum : jarak antara kedua spina illiaka anterior superior : 24 – 26 cm
b) Distansia cristarum : jarak antara kedua crista illiaka kanan dan kiri : 28 – 30 cm
c) Konjugata externa (Boudeloque) 18 – 20 cm
d) Lingkaran Panggul 80-90 cm
e) Konjugata diagonalis (periksa dalam) 12,5 cm - Distansia Tuberum (dipakai Oseander) 10,5 cm

(2) Ukuran dalam panggul :
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium, linea inniminata, dan pinggir atas simfisis pubis
1. konjugata vera : dengan periksa dalam diperoleh konjugata diagonalis 10,5-11 cm
2. konjugata transversa 12-13 cm
3. konjugata obliqua 13 cm
4. konjugata obstetrica adalah jarak bagian tengah simfisis ke promontorium

Ruang tengah panggul :
1. bidang terluas ukurannya 13 x 12,5 cm
2. bidang tersempit ukurannya 11,5 x 11 cm
3. jarak antar spina ischiadica 11 cm

Pintu bawah panggul (outlet) :
1. ukuran anterio posterior 10-11 cm
2. ukuran melintang 10,5 cm
3. arcus pubis membentuk sudut 900 lebih, pada laki-laki kurang dari 800
Inklinasi Pelvis (Miring panggul) adalah sudut yang dibentuk dengan horizon bila wanita berdiri tegak dengan inlet 55-600

Jenis Panggul
Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk pintu atas panggul, ada 4 bentuk pokok jenis panggul :
(1) Ginekoid
(2) Android
(3) Antropoid
(4) Platipeloid

Otot - otot Dasar Panggul
Ligamen - Ligamen Penyangga Uterus
1. Ligamentum Kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackendrot) : Ligamen terpenting untuk mencegah uterus tidak turun. Jaringan ikat tebal serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis.
2. Ligamentum Sacro - uterina sinistrum dan dekstrum : Menahan uterus tidak banyak bergerak Melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kananmelalui dinding rektum kearah os sacrum kiri dan kanan.
3. Ligamentum Rotundum sinistrum dan dekstrum (Round Ligament) : Ligamen yang menahan uterus dalam posisi antefleksi. Sudut fundus uterus kiri dan kanan ke inguinal kiri dan kanan.
4. Ligamentum Latum sinistrum dan dekstrum (Broad Ligament) : Dari uterus kearah lateral.
5. Ligamentum infundibulo pelvikum : Menahan tubafallopi. Dari infundibulum ke dinding pelvis.

2. POWER
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim,

Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
1. his (kontraksi otot uterus)
Adalah kontraksi uterus karena otot – otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Pada waktu kontraksi otot – otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amneon ke arah segmen bawah rahim dan serviks.
2. kontraksi otot-otot dinding perut
3. kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4. ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum rotundum

Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna mempunyai sifat-sifat :
1. kontraksi simetris
2. fundus dominan
3. relaksasi
4. involuntir : terjadi di luar kehendak
5. intermitten : terjadi secara berkala (berselang-seling)
6. terasa sakit
7. terkoordinasi
8. kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis

Perubahan-perubahan akibat his :
a. Pada uterus dan servik
Uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Tekanan hidrostatis air ketuban dan tekanan intrauterin naik serta menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan terbuka (dilatasi).
b. Pada ibu
Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim. Juga ada kenaikan nadi dan tekanan darah.
c. Pada janin
Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-plasenter kurang, maka timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat (bradikardi) dan kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis.

Dalam melakukan observasi pada ibu – ibu bersalin hal – hal yang harus diperhatikan dari his:
1. Frekuensi his
Jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau persepuluh menit.
2. Intensitas his
Kekuatan his diukurr dalam mmHg. intensitas dan frekuensi kontraksi uterus bervariasi selama persalinan, semakin meningkat waktu persalinan semakin maju. Telah diketahui bahwa aktifitas uterus bertambah besar jika wanita tersebut berjalan – jalan sewaktu persalinan masih dini.
3. Durasi atau lama his
Lamanya setiap his berlangsung diukurr dengan detik, misalnya selama 40 detik.
4. Datangnya his
Apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
5. Interval
Jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his datang tiap 2 sampe 3 menit
6. Aktivitas his
Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit Montevideo.

Pembagian his:
1.His pendahuluan :
2.His pembukaan (Kala I)
3.His pengeluaran (His mengedan)(Kala II)
4.His pelepasan uri (Kala III)
5.His pengiring (Kala IV)

His Palsu
His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien atau spasme usus, kandung kencing dan otot-otot dinding perut yang terasa nyeri. His palsu timbul beberapa hari sampai satu bulan sebelum kehamilan cukup bulan. His palsu dapat merugikan yaitu dengan membuat lelah pasien sehingga pada waktu persalinan sungguhan mulai pasien berada dalam kondisi yang jelek, baik fisik maupun mental.

Kelainan kontraksi otot rahim
1. Inertia Uteri
a. His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang terbagi menjadi :
Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b. Inertia uteri sekunder :
His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah terdapat
kaput dan mungkin ketuban telah pecah.
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke dokter spesialis.

2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan reaksi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
a.Persalinan Presipitatus
b.Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal :
c. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
• Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
• Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri
• Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin dalam rahim

3.Inkoordinasi otot rahim
Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim.

Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah :
a. Faktor usia penderita relatif tua
b. Pimpinan persalinan
c. Karena induksi persalinan dengan oksitosin
d. Rasa takut dan cemas

3.PASSANGER
a. Janin.
Kepala janin dan ukuran-ukurannya
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan.
1. Tulang Tengkorak ( Cranium )
a. Bagian muka dan tulang-tulang dasar tengkorak
b. Bagian tengkorak :
- Os Frontalis
- Os Parientalis
- Os Temporalis
- Os Occipitalis
c. Sutura
- Sutura Frontalis
- Sutura Sagitalis
- Sutura Koronaria
- Sutura Lamboidea
d. Ubun-ubun ( Fontanel )
- Fontanel mayor / bregma
- Fontanel minor

2. Ukuran-ukuran kepala
a. Diameter
- Diameter Occipito frontalis 12 cm
- Diameter Mento Occipitalis 13,5 cm
- Diameter Sub Occipito Bregmatika 9,5 cm
- Diameter Biparietalis 9,25 cm
- Diameter Ditemporalis 8 cm
b. Ukuran Cirkumferensial ( Keliling )
- Cirkumferensial fronto occipitalis 34 cm
- Cirkumferensia mento occipitalis 35 cm
- Cirkumferensia sub occipito bregmatika 32 cm

3. Postur janin dalam rahim
i. Sikap (habitus)
Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi, di mana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, serta lengan bersilang di dada.
ii. Letak janin
Letak janin adalah bagaimana sumbu panjang janin berada terhadap sumbu ibu, misalnya letak lintang di mana sumbu janin sejajar dengan dengan sumbu panjang ibu; ini bisa letak kepala, atau letak sungsang.
iii. Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim yang dapat dijumpai pada palpasi atau pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, dan lain-lain.
iv. Posisi
Posisi merupakan indicator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.

b. Placenta.
Placenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang atau pasenger yang menyertai janin namun placenta jarang menghambat pada persalinan normal.

c. Air Ketuban.
Amnion pada kehamilan aterm merupakan suatu membran yang kuat dan ulet tetapi lentur. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan regang membran janin dengan demikian pembentukan komponen amnion yang mencegah ruptura atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan kehamilan. Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul, penurunan ini terjadi atas 3 kekuatan yaitu salah satunya adalah tekanan dari cairan amnion dan juga disaat terjadinya dilatasi servik atau pelebaran muara dan saluran servik yang terjadi di awal persalinan dapat juga terjadi karena tekanan yang ditimbulkan oleh cairan amnion selama ketuban masih utuh.

4. Psikis (psikologis)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga bias melahirkan atau memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “ keadaan yang belum pasti “ sekarang menjadi hal yang nyata.

Psikologis meliputi :
• Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual
• Pengalaman bayi sebelumnya
• Kebiasaan adat
• Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu

Sikap negatif terhadap peralinan dipengaruhi oleh:
a. Persalinan sebagai ancaman terhadap keamanan
b. Persalinan sebagai ancaman pada self-image
c. Medikasi persalinan
d. Nyeri persalinan dan kelahiran

5. Penolong
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

sumber

1 Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid I. Jakarta, EGC ; 1998
2 Oxorn, Harry. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labour and Birth). Jakarta, Yayasan Essentia Medica ; 2003.
3 Bobak L J. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC ; 2004.
4 Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, Penyulit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta, EGC; 1998.
5 Cunningham F. Gary dkk. Obstetri Williams,Edisi 21, Jakarta, EGC; 2006.
6 Bidanshop.blogspot.com

Sinopsis
Agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat yang baik, banyak hal yang harus diperhatikan. Salah satu di antaranya ialah yang menyangkut frekuensi, penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan di Indonesia. Kegiatan yang mempelajari seputar frekuensi, penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang ada di masyarakat termasuk dalam cabang ilmu epidemiologi. Masalah kebidanan (ibu dan anak) merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian, mengingat masalah ibu dan anak merupakan salah satu tujuan yang dicapai dalam Millenium Development Goals. Buku ini disusun untuk memberikan penjelasan dan pemahaman tentang penerapan Epidemiologi dalam praktik pelayanan kebidanan (ibu dan anak). Buku ini membahas epidemiologi deskriptif (perjalanan alamiah penyakit, distribusi penyakit berdasarkan variabel epidemiologi, pengukuran masalah kesehatan dalam praktik pelayanan kebidanan), konsep kausal penyakit (hubungan sebab akibat), penerapan surveillance epidemiologi dalam praktik pelayanan kebidanan (Pemantau Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak/PWS KIA), penerapan screening dalam praktik pelayanan kebidanan dan audit maternal perinatal. Buku ini disertai latihan untuk memudahkan pemahaman pembaca khususnya para mahasiswa Kebidanan dan para Bidan dalam menerapkan Epidemiologi dalam praktik pelayanan Kebidanan
catatan kuliah lenteraimpianabout midwifewho am I?
TEORI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KEBIDANAN
1. TEORI REVA RUBIN
Penekanan rubin dalam teorinya adalah pencapaian peran ibu. Untuk mencapai peran tersebut seorang wanita membutuhkan proses belajar melalui serangkaian aktivitas berupa latihan-latihan dan adalam peran ini diharapkan seorang wnaita mampu mengidentifikasi peran sebagai seorang ibu.
Perubahan yang umum terjadi pada waktu hamil
Cenderung tergantung dan membutuhkan peran lebih untuk berperan sebagai calon ibu
Mempu memperhatikan perkembangan janinnya
Membutuhkan sosialisasi
Reaksi yang umum pada kehamilan
Trimester 1 : ambivalent, takut, fantasi, khawatir
Trimester 2 : perasaan lebih nyaman, kebutuhan mempelajari tumbuh kembang janin, pasif, introvert, egosentris, self centered
Trimester 3 : perasaan aneh, merasa jelek, sembrono, lebih introvert, merefleksikan terhadap pengalaman waktu kecil.
3 aspek yang diidentifikasi dalam peran ibu
Ideal image : gambaran tentang idaman diri
Self image : gambaran tentang diri
Body image : gambaran tentang perubahan tubuh
4 tahapan psikososial
Anticipatori stage : ibu melakukan latihan peran, dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain
Honeymoon stage : ibu mulai memahami peran dasarnya, dan memerlukan bantuan anggota keluarga lain
Plateu stage : ibu mencoba peran sepenuhnya, membutuhkan waktu
Disengagement : tahap penyelesaian dimana latihan peran dihentikan
Adaptasi psikososial postpartum
Konsep dasar
Peride post partum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat saat melahirkan
Faktor yang mempengaruhi :
o Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
o Hubungan pengalaman saat melahirkan terhadap harapan
o Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
o Pengaruh budaya
o Periode diuraikan rubin dalam 3 fase, taking in, taking hold dan letting go
Periode taking-in
Terjadi pada 1-2 hari post partum, umumnya ibu pasif dan ketergantungan, perhatiannya tertuju pada diri sendiri
Ia mungkin akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan
Kebutuhan akan istirahat sangat penting, pusing, iritabel
Peningkatan kebutuhan nutrisi
Periode taking-hold
Berlangsung 2-4 hari post partum, ibu menjadi lebih perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua
Berkonsenterasi terhadap pengontrolan fungsi tubuhnya, seperti BAK, BAB, kekuatan dan ketahanan fisiknya
Ibu berusaha keras untuk merawat bayinya sendiri, agak sensitif, cenderung menerima nasihat bidan karena terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi
Periode letting go
Biasanay terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan keluarga
Beradaptasi dengan kebutuhan bayinya, menyebabkan berkurangnya hak ibu dan kebebasan hubungan sosial
Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini
Depresi post partum
Banyak ibu mengalami perasaan “let-down” setelah melahirkan, sehubungan dengan seriusnya pengalaman melahirkan dan keraguan akan kemampuan untuk mengatasi masalah secara efektif dalam membesarkan anak
Umumnya depresi sedang dan dapat diatasi 2 pekan kemudian
Jarang menjadi patologis sampai psikosis post partum
2. TEORI RAMONA MERCER
Fokus teorinya lebih menekankan pada stress antepartum dalam pencapaian peran ib
Memperhatikan wanita pada wkatu persalinan
Mengidentifikasi pada hari awal post partum
Menunjukan bahwa wanita lebih mendekatkan diri pada bayi daripada melakukan tugasnya sebagai seorang ibu
Pokok pembahasan dalam teori Ramona Mercer
a. Efek stress antepartum
Antepartum stress adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negatif dalam kehidupan. Tujuannya memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi lemahnya lingkungan serta dukungan sosial dan kurangnya percaya diri.
Faktor yang mempunyai hubungan dengan status kesehatan
Hubungan interpersonal
Peran keluarga
Stress antepartum
Dukungan sosial
Rasa percaya diri
Penguasaan rasa takut, keraguan dan depresi
Maternal role (peran ibu)
Menjadi seorang ibu berarti memperoleh identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan penguraian yang lengkap tentang diri sendiri (Mercer, 1986)
1-2 juta ibu di Amerika yang gagal memerankan peran ini, terbukti dengan tingginya jumlah anak yang mendapat perlakuan yang kejam
b. Pencapaian peran ibu
Peran ibu dicapai dalam kurun wkatu tertentu dimana ibu menajdi dekat dengan bayinya, yang membutuhkan pendekatan yang kompeten termasuk peran dalam mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran
Peran aktif wanita sebagai ibu dan pasangannya berinteraksi satu dengan yang lain
4 langkah dalam pelaksanaan peran ibu
Anticipatory
Suatu masa sebelum wanita menjadi ibu, dimana wanita memulai penyesuaian sosial dan psikologis terhadap peran barunya nanti dengan mempelajari apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi seorang ibu
Formal
Tahap ini dimulai dengan peran ibu sesungguhnya, bimbingan peran secara formal dan sesuai dengan apa yang diharapkan sistem sosial
Informal
Tahap ini dimulai saat wanita telah mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan peran ibu yang tidak disampaikan oleh sosial sistem
Personal
Merupakan tahap akhir pencapaian peran, dimana wanita telah mahir melaksanakan perannya sebagai seorang ibu. Ia telah mampu menentukan caranya sendiri dalam melaksanakan peran barunya
Faktor yang mempengaruhi wanita dalam pencapaian peran
Faktor ibu
Usia ibu saat bersalin
Persepsi ibu pada waktu persalinan pertama kali
Memisahkan ibu dan anak secepatnya
Stress sosial
Faktor bayi
Temperamen
Kesehatan bayi
Faktor lain
Latar belakang etnik
Status perkawinan
Status ekonomi
Pengaruh bayi (infant’s personality) pada waktu ibu melaksanakan peran sebagai ibu
Emotional support
Perasaan mencintai, penuh perhatian, percaya dan mengerti
Informational support
Membantu individu untuk menolong dirinya sendiri dengan memberikan informasi yang berguna dan berhubungan dengan masalah atau situasi
Physical support
Pertolongan yang langsung, seperti membantu merawat bayi, memberikan dukungan dana
Appraisal support
Informasi yang menjelaskan tentang peran pelaksanaan, bagaimana ia menampilkannya dalam peran, hal ini memungkinkan individu mampu mengevalusi dirinya sendiri yang berhubungan dengan penampilan peran orang lain.
4 faktor dalam masa adaptasi
Physical recovery phase (mulai lahir sampai 1 bulan)
Achievement phase (2-4/5 bulan)
Disruption phase (6-8 bulan)
Reorganisation phase (8-12 bulan)
Peran bidan yang diharapkan Mercer dalam teorinya
Adalah membantu wanita dalam melaksanakan tugasnya dalam adaptasi peran fungsi ibu
Mengidentifikasi faktor apa yang mempengaruhi peran ibu dalam pencapaian peran fungsi ini dan kontribusi dari stress antepartum
3. TEORI ERNESTINE WIEDENBACH
Wiedenbach mengemukakan teorinya secara induktif berdasarkan pengalaman dan observasinya dalam praktek.
Konsep asuhan, terdiri dari :
The agent (midwife/bidan)
Untuk memenuhi kebutuhan ibu dan ayah dalam persiapan menjadi orang tua
The recipient (wanita, keluarga, masyarakat)
Wanita/masyarakat yang oleh sebab tertentu tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Wiedenbach sendiri berpandangan bahwa recipient adalah individu yang berkompeten dan mampu menentukan kebutuhannya sendiri
The goal (purpose/tujuan dari intervensi)
Disadari bahwa kebutuhan masing-masing individu perlu diketahui sebelum menentukan goal. Bila sudah diketahui kebutuhan ini, maka dapat diperkirakan goal yang akan dicapai dengan mempertimbangkan tingkah laku fisik, emosional atau fisiological yang berbeda dari kebutuhan normal.
The means (metode untuk mencapai tujuan)
Untuk mencapai tujuan dari asuhan kebidanan ada beberapa tahap, yaitu :
Identifikasi kebutuhan klien
Memberikan dukungan dalam pelayanan yang dibutuhkan
Validation/bantuan yang diberikan
Koordinasi dengan tenaga yang direncanakan untuk memberikan bantuan
The framework (organisasi sosial, lingkungan profesional)
Untuk mengidentifikasi kebutuhan diperlukan pengetahuan, judgement/pengambilan keputusan, dan keterampilan.
4. TEORI ELA JOY LEHRMAN
Teori ini menginginkan agar bidan dapat melihat semua aspek praktek kebidanan dalam memberikan asuhan pada wanita hamil dan memberikan pertolongan pada persalinan, teori ini juga menjelaskan perbedaan antara pengalaman seorang wanita dengan kemampuan bidan untuk mengaplikasikan konsep kebidanan dalam praktek
8 konsep penting dalam pelayanan kebidanan
Asuhan yang berkesinambungan
Keluarga sebagai pusat asuhan
Pendidikan dan konseling merupakan bagian dari asuhan
Tidak ada intervensi dalam asuhan
Keterlibatan dalam asuhan
Advokasi dari klien
Waktu
Asuhan partisipatif
Asuhan partisipatif
Bidan dapat melibatkan klien dalam pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pasien/klien ikut bertanggung jawab atau ambil bagian dalam pelayanan antenatal
Dalam pemeriksaan fisik, misalnya klien ikut melakukan palpasi pada tempat tertentu atau ikut mendengarkan detak jantung.
Kedelapan komponen yang dibuat oleh Lehrman ini, kemudian diujicobakan oleh Morten (1991) pada klien post partum. Selanjutnya Morten menambahkan 3 komponen
Konsep Morten
Teknik komunikasi terapeutik
Proses komunikasi sangat penting dalam perkembangan dan penyembuhan. Misalnya, mendengarkan aktif, mengkaji, klarifikasi, humor, sikap yang tidak menuduh, pengakuan, fasilitasi, pemberian izin.
Pemberdayaan (empowerment)
Suatu proses memberi kekuasaan dan kekuatan. Bidan dalam penampilan dan pendekatannya akan meningkatkan kemampuan pasien dalam mengoreksi, memvalidasi, menilai dan memberi dukungan.
Hubungan sesama (lateral relationship)
Menjalin hubungan yang baik terhadap klien, bersikap terbuka, sejalan dengan klien, sehingga antara bidan dan kliennya tampak akrab. Misalnya : sikap empati atau berbagi pengalaman.
5. TEORI JEAN BALL
Teori kursi goyang
Keseimbangan emosional ibu, baik fisik maupun psikologis
Psikologis dalam hal ini agar tujuan akhir memenuhi kebutuhan menjadi orang tua terpenuhi
Kehamilan, persalinan dan masa post partum adalah masa untuk mengadopsi yang baru
Dalam teori kursi goyang, kursi dibentuk dalam 3 elemen
Pelayanan kebidanan
Pandangan masyarakat terhadap keluarga
Support terhadap kepribadian wanita
Teori Ball yaitu
Teori perubahan,
Teori stress, coping, dan support
Teori dasar
Hipotesa Ball
Respon emosional wanita terhadap perubahan yang terjadi bersamaan dengan kelahiran anak, dipengaruhi oleh personality/kepribadian
Persiapan yang harus diantisipasi oleh bidan dalam masa post natal akan dipengaruhi oleh respon emosional wanita dalam perubahan yang dialaminya pada proses kelahiran anak
Kesimpulan hipotesa Ball
Wanita yang boleh dikatakan sejahtera setelah melahirkan sangat bergantung kepada kepribadiannya, sistem dukungan pribadi, dan dukungan yang dipersiapkan pelayanan kebidanan.
Info Kesehatan
Sejarah Perkembangan Pelayanan dan Pendidikan Kebidanan
Eny Retna Ambarwati



Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa dapat:
Menjelaskan perkembangan profesi pelayanan dan pendidikan bidan secara nasional maupun internasional dengan baik dan benar.


A. DI AUSTRALIA
Kebidanan dan keperawatan di Australia dimulai dengan tradisi dan latihan yang dipelopori oleh Florence Nightingale pada abad ke-19. Pada tahun 1824 kebidanan masih belum dikenal sebagai bagian dari pendidikan medis di Inggris dan Australia. Kebidanan masih banyak didominasi oleh dokter.
Sebagian besar wanita yang melahirkan tidak dirawat dengan selayaknya oleh masyarakat. Ketidakseimbangan seksual dan moral di Australia telah membuat prostitusi berkembang dengan cepat. Hal ini menyebabkan penduduk wanita banyak yang hamil dan jarang dari mereka yang dapat memperoleh pelayanan dari bidan maupun dokter karena status sosial mereka.
Pendidikan Bidan yang pertama kali di Australia dimulai pada tahun 1862. lulusan waktu itu telah dibekali dengan pengetahuan teori dan praktik. Pendidikan diploma kebidanan dimulai pada tahun 1893 dan mulai tahun 1899 hanya bidan yang sekaligus perawat yang telah terlatih yang boleh bekerja di rumah sakit.
Pada tahun 1913 sebanyak 30% persalinan ditolong oleh bidan. Meskipun ada peningkatan jumlah dokter yang menangani persalinan antara tahun 1900 sampai 1940, tidak ada penurunan yang berarti pada angka kematian ibu. Bidan terus disalahkan akan hal itu. Kenyataannya, wanita kelas menengah keatas yang ditangani oleh dokter dalam persalinannya mempunyai resiko infeksi yang lebih besar daripada wanita miskin yang ditangani oleh Bidan.
Kebidanan di Australia telah mengalami perkembangan yang pesat sejak 10 tahun terakhir. Dasar pendidikan telah berubah dari tradisional hospital based programme menjadi tertiary course of studies untuk menyelesaikan kebutuhan pelayanan dari masyarakat. Tidak semua institusi pendidikan kebidanan di Ausralia yang telah melaksanakan perubahan ini, beberapa masih menggunakan program pendidikan yang berorientasi pada rumah sakit.
Kekurangan yang dapat dilihat pada pendidikan kebidanan di australia hampir sama dengan pelaksanaan pendidikan di indonesia. Belum ada persamaan persepsi mengenai pengimplementasian kurikulum di masing – masing institusi, sehingga lulusan bidan mempunyai kompetensi klinik yang berbeda tergantung dari institusi pendidikannya. Hal ini ditambah dengan kurangnya kebijakan formal dan tidak adanya standar nasional. Menurut national review of nurse education 1994, tidak ada direct entri untuk pendidikan bidan di australia. Mahasiswa kebidanan harus menjadi perawat dahulu sebelum mengikuti pendidikan bidan. Sebab di australia kebidanan masih menjadi sub spesialisasi dalam keperawatan. Didalamnya termasuk pendidikan tentang keluarga berencana, kesehatan wanita, perawatan ginecologi, perawatan anak, kesehatan anak dan keluarga, serta kesehatan neonatus dan remaja. Adanya peraturan ini semakin mempersempit peran dan ruang kerja bidan.
Literatur yang tersedia bagi mahasiswa kebidanan masih kurang. Kurikulum yang ada sekarang ini dirasakan hanya sesuai untuk mahasiswa pemula saja atau intermedier sehingga kadang – kadang mahasiswa yang sudah terlatih di keperawatan kebidanan diberi porsi yang sama seperti pemula atau sebaliknya. Mahasiswa yang sebelumnya telah mendapat pendidikan kebidanan di keperawatan akan membawa konsep sakit (transisi dari filosofi sakit ke filosofi sehat) dalam kebidanan sedikit banyak akan menyulitkan mahasiswa.

B. DI AMERIKA SERIKAT
Pada sekitar tahun 1700, para ahli sejarah memperhitungkan bahwa angka kematian ibu di amerika serikat adalah sebanyak 95%. Wanita menjalani persalinan tidak dengan rasa bahagia, tetapi dengan perasaan takut pada kematian meskipun beberapa diantara mereka sudah ditolong oleh dokter. Salah satu alasan kenapa dokter banyak terlibat dalam persalinan adalah untuk mengikis praktik sihir yang masih ada saat itu. Wanita mulai melihat masalah – masalah dalam persalinan sebagai sesuatu yang alami, dimana dokter memegang kendali. Dokter banyak memberikan obat – obatan tetapi tidak mengindahkan aspek spiritual.
Tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan mulai dibuka. Filofofi bahwa kelahiran bayi adalah sesuatu hal yang normal dan tidak dapat dipisahkan oleh kodrat wanita, mulai dibangun oleh bidan. Pada akhir abad ke 18, banyak kalangan medis yang berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual wanita tidak dapat belajar dan menerapkan metode obstetrik. Pendapat ini digunakan untuk memfitnah bidan, sehingga bidan tidak mempunyai pendukung, tidak mempunyai banyak uang, tidak terorganisir, tidak melihat diri mereka sebagai seorang yang profesional. Sejak awal 1900 setengah persalinan di amerika serikat ditangani oleh dokter, bidan hanya menangai persalinannya wanita yang tidak mampu membayar dokter.
Tahun 1915 dokter joseph de lee menyatakan bahwa kelahiran bayi adalah proses patologis dan bidan tidak mempunyai peran didalamnya. Ia memberlakukan protap pertolongan persalinan di amerika serikat yaitu : memberikan sedatif pada awal inpartu, membiarkan serviks berdilatasi, memberikan ether pada kala II, melakukan episiotomi, melahirkan bayi dengan forcep, ekstraksi placenta, memberikan uterotonika, serta menjahit episiotomi. Akibat protap tersebut kematian ibu mencapai angka 600 – 700 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1900 – 1930 dan sebanyak 30 – 50 % wanita melahirkan dirumah sakit. Tahun 1940 dokter Grantly Dick meluncurkan buku tentang persalinan alamiah. Hal ini membuat para spesialist obstetrist berusaha meningkatkan peran tenaga diluar medis termasuk Bidan.
Tahun 1955American College of Nurse – Midwifery (ANCM) dibuka. Pada tahun 1971 seorang bidan di Tennesche mulai menolong persalinan secara mandiri di sebuah institusi kesehatan. Pada tahun 1979 badan pengawasan obat Amerika menyatakan bahwa ibu bersalin yang menerima anastesi dalam dosis tinggi telah melahirkan anak – anak yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor. Hal ini membuat masyarakat tertarik pada proses persalinan alamiah, persalinan dirumah dan memacu peran bidan. Pada era 1980-an, ANCM membuat pedoman alternatif lain dalam pelayanan persalinan dan mengubah pernyataah yang negatif tentang home birth.
Pada tahun 1980-an, dibuat legalisasi tentang praktek profesional bidan. Hal ini membuat bidan menjadi sebuah profesi dengan lahan praktek yang spesifik dan membutuhkan organisasi yang mengatur profesi tersebut.
Saat ini, amerika serikat merupakan negara yang menyediakan perawatan maternitas termahal di dunia, tetapi sekaligus merupakan negara industri yang paling buruk dalam hasil perawatan antenatal diantara negara – negara industri lainnya. Bidan menangani 1,1% persalinan di tahun 1980, 5,5% di tahun 1994. Angka sectio secaria menurun dari 25% di tahun 1988 menjadi 21% di tahun 1995. penggunaan forcep menurun dari 5,5% ditahun 1989 menjadi 3,8% ditahun 1994.

C. DI SELANDIA BARU
Di selandia baru telah mempunyai peraturan mengenai praktisi kebidanan sejak 1904 tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktik bidan telah berubah secara berarti sebagai akibat dari meningkatnya hospitalisasi dan medikalisasi dalam persalinan. Dari tenaga yang bekerja dengan otonomipenuh dalam persalinan normal di awal tahun 1900, secara perlahan bidan menjadi asisten dokter. Dari bekerja di masyarakat bidan sebagian besar mulai bekerja di Rumah sakit area tertentu, seperti klinik antenatal, ruang bersalin dan ruang nifas. Kehamilan dan persalinan menjadi terpisah. Dalam hal ini bidan kehilangan pandangannya bahwa persalinan adalah kejadian normal dalam kehidupan dan peran mereka sebagai pendamping kejadian tersebut. Selain itu bidan menjadi ahli dalam memberikan intervensi dan asuhan maternitas yang penuh dengan pengaruh medis.
Di Selandia baru para wanitalah yang berusaha melawan model asuhan persalinan tersebut dan menginginkan kembalinya bidan tradisional yaitu seorang yang berada disamping mereka dalam melalui kehamilan sampai 6 minggu setelah kelahiran bayi. Mereka menginginkan bidan yang percaya pada kemampuannya untuk menolong persalinan tanpa intervensi medis, dan memberikan dukungan bahwa persalinan adalah proses yang normal. Wanita – wanita di selandia baru ingin mengembalikan kontrol dalam diri mereka, dan menempatkan diri mereka sebagai pusat kejadian tersebut, bukan obyek dari medikalisasi.
Pada era 1980-an bidan bekerja sama dengan wanita untuk menegaskan kembali otonomi bidan dan sama – sama sebagai rekanan. Mereka telah membawa kebijakan politik yang diperkuat dengan legalisasi tentang profesionalisasi praktik bidan. Sebagian besar bidan di selandia baru mulai memilih untuk bekerja secara independen dengan tanggungjawab yang penuh pada klien dan asuhannya dalam lingkup yang normal. Lebih dari 10 tahun yang lalu pelayanan maternitas telah berubah secara dramatis. Saat ini 86% wanita mendapat pelayanan dari bidan dari kehamilan sampai nifas dan asuhan berkelanjutan yang hanya dapat dilaksanakan pada persalinan di rumah. Sekarang disamping dokter, 63% wanita memilih bidan sebagai salah satunya perawat maternitas, dan hal ini terus meningkat. Ada suatu keinginan dari para wanita agar dirinya menjadi pusat dari pelayanan maternitas.
Model kebidanan yang digunakan di Selandia baru adalah partnershiip antara bidan dan wanita. Bidan dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya serta wanita dengan pengetahuan tentang kebutuhan dirinya dan keluarganya serta harapan – harapan terhadap kehamilan dan persalinan. Dasar dari model partnership adalah komunikasi dan negoisasi.

D. DI CANADA
Ontario adalah provinsi pertama di canada yang menerbitkan peraturan tentang kebidanan setelah sejarah panjang tentang kebidanan yang ilegal dan berakibat pada meningkatnya praktik bidan yang tidak berijin. Seperti selandia baru, wanitalah yang menginginkan perubahan, mereka bicara tentang pilihan asuhan dan keputusan yang dibuat.
Model kebidanan yang dipakai di ontario berdasarkan pada definisi ICM tentang Bidan yaitu seorang tenaga yang mempunyai otonomi dalam lingkup persalinan yang normal. Bidan mempunyai akses kepada rumah sakit maternitas dan wanita mempunyai pilihan atas persalinan dirumah atau dirumah sakit. Selandia baru dan canada sama – sama menerapkan model partnersip dalam asuhan kebidanan. Beberapa aspek didalamnya antara lain : hubungan dengan wanita, asuhan kebidanan, informed choise, informed chonsent, praktik bidan yang memiliki otonomi dan fokus pada normalitas kehamilan dan persalinan.
Dalam membangun dunia profesi kebidanan yang baru, selandia baru dan canada membuat suatu sistem baru dalam mempersiapkan bidan – bidan untuk registrasi. Keduanya memulai dengan suatu keputusan bahwa bidanlah yang dibutuhkan dalam perawatan maternitas. Ruang ligkup praktik bidan di kedua negara tersebut tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan ICM. Yaitu bidan yang bekerja dengan otonomi penuh dalam lingkup persalinan normal, atau pelayanan maternitas primer. Bidan bekerja dan berkonsultasi dengan ahli obstetri bila terjadi komplikasi pada ibu serta bayi memerlukan bantuan dari pelayanan maternitas sekunder. Bidan di kedua negara tersebut mempunyai akses fasilitas rumah sakit tanpa harus bekerja di rumah sakit. Mereka bekerja di rumah atau dirumah sakit maternitas.
Selandia baru dan canada menerapkan program direct entry selama 3 tahun dalam pendidikan bidan. Sebelumnya, di selandia baru ada perawat kebidanan dimana perawat dapat menambah pendidikannya untuk menjadi seorang bidan sedangkan di canada tidak ada. Bagaimanapun kedua negara tersebut yakin bahwa untuk mempersiapkan bidan yang dapat bekerja secara otonom dan dapat memberikan dukungan kepada wanita untuk mengontrol persalinannya sendiri. Penting untuk mendidik wanita yang sebelumnya belum pernah berkecimpung dalam sistem kesehatan yang menempatkan kekuatan dan kontrol medis. Karena itu program direct entry lebih diutamakan.
Kedua negara tersebut menggunakan dua model pendidikan yaitu pembelajaran teori dan magang. Pembelajaran teori dikelas difokuskan pada teori dasar yaitu pembelajaran teori dan magang. Pembelajarn teori di kelas difokuskan pada teori dasar, yang akan melahirkan bidan – bidan yang dapat mengartikulasikan teorinya sendiri dalam praktik, memanfaatkan penelitian dalam praktik mereka dan berfikir kritis tentang praktik. Dilengkapi dengan belajar magang, dimana mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang berpraktik dalam waktu yang cukup lama. Bidan tersebut memberikan role model yang penting untuk proses pembelajaran. Satu mahasiswa akan bekerja dengan 1 bidan, sehingga mereka tidak akan dikacaukan dengan bermacam – macam model praktik. Mahasiswa bidan juga akan mulai belajar tentang model partnership. Model ini terdiri dari : partnership antara wanita dan mahasiswa bidan, mahasiswa bidan dengan bidan, mahasiswa bidan dengan guru bidan, guru bidan dengan bidan, partnership antara program kebidanan dengan profesi kebidanan, serta program kebidanan dengan wanita.
Partnership ini menjaga agar program pendidikan tetap pada tujuan utamanya, yaitu mencetak bidan – bidan yang dapat bekerja secara otonom sebagai pemberi asuhan maternitas primer. Selandia baru dan canada telah sukses dalam menghidupkan kembali status bidan dan status wanita. Keselarasan antara pendidikan bidan dan ruang lingkup praktik kebidanan adalah bagian penting dari sukses tersebut.

E. DI INDONESIA
Perkembangan pendidikan kebidanan di indonesia mengalami dinamika pasang surut sejalan dengan pekbangan kebijakan dalam pembangunan kesehatan. Pendidikan kebidanan pernah ditutup selama 9 tahun, yaitu dari tahun 1976 – 1986. dan kemudian dibuka lagi dengan program bidan dan lulusan SPK. Pendidikan bidan yang pada awalnya dipersiapkan untuk menolong persalinan , kemudian berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta permasalahan di bidang kesehatan. Hal ini mendorong untuk peningkatan pendidikan bidan ke arah pendidikan profesional sesuai dengan tuntutan pembangunan dibidang kesehatan dan tuntutan profesi.
Hampir semua bidan tingkat pendidikannya belum profesional. Bidan yang bekerja di rumah sakit dan puskesmas lebih kurang 40-60% merasa tidak adekwat dalam melaksanakan keterampilan tehnik kebidanan. Pelatihan – pelatihan yang diterima bidan dirasa sangat kurang. Hal itu dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan yang berbeda, yaitu dari lulusan SPK ditambah pendidikan Bidan selama 1 tahun (PPB A), Lulusan SLTP diambah pendidikan bidan selama 3 tahun (PPB C), dari lulusan akper ditambah pendidikan bidan selama 1 tahun yang dilanjutkan dengan post graduate training dan pendidikan akta IV masing – masing selama 3 bulan (PPB B). Yang terkhir dimaksudkan untuk menjadi tenaga pengajar pada institusi pendidikan penyelenggara PPB A dan C. Mulai tahun 1996 mulai dibuka program pendidikan DIII kebidanan yang merupakan jalur profesional. Program ini terdiri dari 2 jalur yaitu jalur umum dari SMU (6 semester) dan jalur khusus dari tenaga bidan A, B, C (5 semester). Proses pendidikan di Indonesia masih belum adekwat. Hal ini disebabkan antara lain :
1. kurikulum yang dalam pelaksanaannya masih perlu disesuaikan dengan perkembangan dalam pembangunan kesehatan khususnya kebidanan.
2. tenaga pengajar. Dosen yang mengajar harus memiliki pendidikan minimal 1 tingkat diatasnya.
3. sarana dan pra sarana yang perlu ditingkatkan adalah laboratorium, simulasi kebidanan, perpustakaan dengan pengelolaan yang profesional serta laboratorium bahasa dan komputer.
4. lahan praktik, harus mampu memberikan kesempatan seluas – luasnya dan dapat memberikan bimbingan seoptimal mungkin dengan tenaga instruktur yang profesional dan role model yang dapat membantu pencapaian kompetensi.

E. DI INGGRIS
Buku tentang praktek kebidanan diterbitkan tahun 1902 di Inggris, dan didisain untuk melindungi masyarakat dari praktisi yang tidak memiliki kualifikasi. Pada saat itu sebagian besar bidan, buta huruf, bekerja sendiri, menerima bayaran untuk pelayanan yang mereka berikan pada klien. Meskipun proporsi dari praktek bidan yang mempunyai kualifikasi meningkat dari 30% pada tahun 1905 menjadi 74% di tahun 1915, banyak wanita yang lebih menyukai dukun. Hal ini karena dukun lebih murah mengikuti tradisi lokal dan memberikan dukungan domestik. Selama tahun 1920-an 50-60% wanita hanya ditolong oleh seorang bidan dalam persalinannya, tetapi dalam keadaan gawat darurat bidan harus memanggil dokter. Pelayanan dipusatkan pada persalinan dan nifas dan pelayanan antenatal mulai dipromosikan pada tahun 1935.
Bidan mandiri terancam oleh praktik lokal dan peningkatan persalinan di rumah sakit. Pada tahun 1930 perawat yang juga terdaftar memasuki kebidanan karena dari tahun 1916 mereka dapat mengikuti kursus pendek kebidanan daripada wanita tanpa kualifikasi sebagai perawat. Hal ini mengakibatkan penurunan status dan kekuatan bidan karena perawat disosialisasikan untuk menangani keadaan patologis daripada keadaan fisiologis. Meskipun direct entrynya dibuka kembali pada awal tahun 1990. semua kursus kebidanan saat ini cenderung untuk dibatasi disekitar kualifikasi keperawatan.
Selama tahun 1980, bidan di inggris mulai berusaha mendapatkan otonomi yang lebih dan meningkatkan sistem melalui penelitian tentang alternatif pola perawatan. Dengan perkembangan persalinan alternatif, bidan mulai mengembangkan praktik secara mandiri. Selama pertengahan 1980 kira – kira ada 10 bidan yang praktik secara mandiri di Inggris. Pada 1990 ada 32 bidan independent dan pada tahun 1994 angka perkiraan dari bidan independent adalah 100 orang dengan 80 orang diantaranya terdaftar dalam independent midwifery.

1. Varney, (1997).Varneys Midwifery.
2. Depkes RI, (2003), Dasar dasar asuhan kebidanan, Jakarta.
3. Depkes RI, (2003), standar asuhan kebidanan bagi bidan dirumah sakit dan puskesmasr, Jakarta.
4. Pedoman implementasi asuhan kebidanan bagi akademi kebidanan, bandung, (2001)
5. PPKC, (2003). Manajemen asuhan kebidanan, jakarta.
Diposkan oleh ERA Blogger di 19.26  
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Konsep Kebidanan
Reaksi:
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
1. Teori Jean Ball Jean ball                                                                                        adalah seorang midwife dari british yang telah melakukan risetnya secara intensif terhadap kebutuhan wanita pada masa post natal, dan konsekuensinya bagi wanita yang mendapat asuhan dari berbagai unit pelayanan.
tujuan penelitian: mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keadaanemosi ibu dalam pelayanan maternitas.
hasil penelitian: terdapat tiga faktor yang mempengaruhi keadaan emosional ibu saat postpartum, yaitu:
1. kepribadian ibu.
2. dukungan dari keluarga/lingkungan sosial.
3. layanan yang di berikan oleh petugas layanan maternitas.
Ball mengemukakan teori kursi goyang/deck chair yang terdiri dari 3 elemen yaitu:
a. Pelayanan maternitas
b. Pandangan masyarakat terhadap keluarga.
c. Sisi penyangga atau support terhadap kepribadian keluarga.
Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Dasar kursi dibentuk oleh pelayanan kebidanan yang berpijak pada pandangan masyarakat tentang keluarga.
2) Topangan kanan kiri adalah kepribadian wanita, pengalaman hidup
3) Topangan tengah (yang menyangga kursi dari belakang kanan-kiri ) adalah keluarga dan support system
4) Tempat duduk menggambarkan kesejahteraan maternal, yang tergantung pada efektifitas elemen-elemen sebagai berikut.
Hal ini terjadi karena perubahan setelah melahirkan. Jean Ball mengemukakan 2 teori yaitu:
a. Teori Stres
b. Teori Dasar
Jean Ball memiliki sebuah hipotesa yaitu respon emotional wanita terhadap perubahan yang terjadi bersamaan dengan kelahiran anak yamempengaruhi personality seseorang dan dengan dukungan yang berarti mereka mendapatkan sistem keluarga dan sosial. Persiapan yang telah di lakukan bidan pada masa postnatal akan mempengaruhi respon emotional wanita terhadap perubahan akibat proses kelahiran tersebut. Kesejahteraan wanita setelah melahirkan tergantung pada personality dan kepribadian, sistem dukungan pribadi dan dukungan dari pelayanan maternitas. Teori Jean Ball tersebut memiliki tujuan yaitu agar ibu mampu melaksanakan tugasnya sebagai ibu secara fisik maupun psikologis. Psikis dalam hal ini tidak hanya pengaruh emosional tapi juga proses emosional agar tujuan akhir memenuhi kebutuhan untuk menjadi orang tua terpenuhi. Persiapan yang dilakukan bidan pada masa PP akan mempengaruhi respon emosional wanita terhadap perubahan akibat proses kelahiran tersebut.
Faktor yg pengaruhi keseimbangan emosional menurut Jean Ball:
• Faktor masukan :
1. Perasaan rendah diri sehubungan dengan pandangan negative terhadap akibat menyusui.
2. Seseorang tidur selama di rumah sakit
3. Nasehat bila terjadi konflik.
Faktor yg mempengaruhi kebahagiaan ibu menurut Jean Ball :                                         1. Persepsi dan dukungan keluarga pada hari kelahiran.                                                   2. Rasa percaya diri ibu.
3. Skala kecemasan.
4. Mendukung pemberian ASI.
5. Semua lingkungan mendukung.
6. Rencana asuhan ibu.
7. Pemantauan ibu pada tingkat perkembangan bayi.
8. Tanggapan terhadap diri ibu pada hari ke 7 PP dalam menyusui.
9. Memberi ASI dalam 1 jam PP.
10. Kala IV persalinan.
Konsep teori Jean Ball :
• Women / Wanita: Ball memusatkan perhatiannya thd perkembangan emosional, sosial + psikologis wanita dlm proses melahirkan
• Heath / kesehatan:Merupakan pusat dari model Ball. Tujuan dari post natal care agar wanita manita mampu menjadi seorang ibu.
• Environment / Lingkungan: Lingkungan sosial dan organisasi dalam sistim dukungan dan pelayanan perawatan postnatal
• Midwifery / Kebidanan : Penelitian asuhan post natal misalnya kurang efektif karena kurang pengetahuan tentang kebidanan
• Selft: Peran bidan dalam meyakinkan wanita dalam perannya sebagai seorang ibu

Sejarah Kebidanan
  Nurul Mustafa
 
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

1.2 TUJUAN
Mempelajari dan memahami sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan yang terjadi dalam lingkup nasional dan internasional.

2.2 Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di Indonesia
Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terbatas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.

2.2.1 Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak.
Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

2.2.2 Perkembangan Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan atatupun pembatasan bagi wanita untuk keluaran rumah.
Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo dibuka di Makasar. Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).
Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang luluas dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. DI tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu (Vreodrouweerste Klas) dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.
Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata diseluruh propinsi.
Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.
Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti yang diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.
Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu : Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam semester.
Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994
Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah.
Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di Propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di 15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III (1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus. Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.
Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS = Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas
Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif ditinjau dari proses.
Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS, yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan Mother Care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di desa di Propinsi Kalimantan Selatan.
Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.
Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, utnuk meningkatkan kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan Lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi (Organization Development = OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEP.

2.3 Sejarah Perkembangan Pendidikan Dan Pelayanan Pendidikan Kebidanan Internasional
2.3.1 Sejarah Perkembangan Kehidupan di dunia
2.3.1.1 Sebelum abad 20(1700 – 1900)
William Smellie dari Scotlandia (1677-1763) mengembangkan forceps dengan kurva pelvik seperti kurva shepalik. Dia memperkenalkan cara pengukuran konjungata diagonalis dalam pelvi metri. Menggambarkan metodnya tentang persalinan lahirnya kepala pada presentasi bokong dan penganangan resusitasi bayi aspiksi dengan pemompaan paru-paru melalui sebuah metal kateler.
Ignoz Phillip semmelweis, seorang dokter dari Hungaria (1818 – 1865) pengenalan Semmelweiss tentang cuci tangan yang bersih mengacu pada pengendalian sepsis puerperium.
James Young simpson dair Edenburgh, scotlandia (1811-1870) memperkenalkan dan menggunakan arastesi umum, tahun 1807, Ergot sejenis cendawan yang tumbuh pada sejenis gandung hitam, diketahui efektif dalam mengatasi pendarahan postpartum. Hal ini merupakan permulaan pengguguran.
Tahun 1824 James Blundell dari Inggris yang menjadi orang pertama yang berhasil menangani perdarahan postpartum dengan menggunakan transfusi darah.
Jean lubumean dari Perancis (orang kepercayaan Rene Laenec, penemu Stetoskop pada tahun 1819) pertama kali mendengar bunyi jantung janin dengan stetoskop pada tahun 1920.
Jhon Charles Weaven dari Inggris (1811 – 1859) adalah. Pada tahun 1843, pertama yang yang melakukan test urine pada wanita hamil untuk pemeriksaan dan menghubungkan kehadirannya dengan eklamsia.
Adolf Pinard dari Prancis (1844-1934) pada tahun 1878, mengumumkan kerjanya pada palpasi abdominal
Carl Crede dari Jerman (1819 – 1892) menggambarkan metodanya stimulasi urine yang lembut dan lentur untuk mengeluarkan placenta
Juduig Bandl, dokter aobstertri dari Jerman (1842 – 1992), pada thaun 1875, menggambarkan lingkaran retraksi yang pasti muncul pada pertemuan segment atas rahim dan segmen bawah rahim dalam persalinan macet/sulit.
Daunce dari Bordeauz. Pada tahun 1857, memperkenalkan pengguran inkubator dalam perawatan bayi prematur.

2.3.1.2 Abad 20
Postnatal care sejak munculnya hospitalisasi untuk persalinan telah berubah dari perpanjangan masa rawatan sampai 10 hari, ke trend “Modern” ambulasi diri. Yang pada kenyataannya, suatu pengembalian pada “cara yang lebih alami”.
Selama beberapa tahun, pemisahan ibu dan bayi merupakan praktek yang dapat diterima di banyak rumah sakit, dan alat menyusui bayi buatan menjadi dapat diterima, dan bahkan oleh norma! Bagaimanapun, alami sekali lagi “membuktikan dirinya “rooing-in” dipraktekan dan menyusui dipromosikan menyusui disemua rumah sakit yang sudah mendapat penerangan
Perkembangan teknologi yang cepat telah monitoring anthepartum dan intrapartum yang tepat menjadi mungkin dengan pengguraan ultrasonografi dan cardiotocografi, dan telah merubah prognosis bagi bayi prematur secara dramatis ketika dirawat di neonatal intersive acara urits, hal ini juga memungkinkan perkembangan yang menakjubkan

2.3.2 Afrika Selatan
Perusakan Hindia Belanda timur yang membentuk tempat makanan dan minuman di semenanjung. Mempunyai prakiran-prakiraan yang menyakir praktek para bidan yang dapat diterpkan di semenannjung tersebut. Tapi mereka tidak menunjuk bidan pemerintah atau bidany ang sudah diangkat sumpah selama beberapa tahun peraturan-peraturan tersebut menetapkan bahwa para bidan harus diuji dan diberi lisensi/izin, dan mereka harus memanggil pertolongan medis bila ada indikasi
Saat penempatan dipeluas, wanita di desa khususnya harus ditolong oleh wanita yang lebih tua belum dilathi dari masyarakat. Bidan pemerintah memperoleh penghargaan yang tinggi salah satu dari mereka. Alkta Kaisters, ditunjuk pada tahun 1687 sebagai kepala keperawatan di rumah sakit persahaan, dan menjadi bidan pertama yang melaksanakan tugas-tugas perawatan umum sebagaimana tugas-tugas kebidanan.
Pelayanan kebidanan pertama diberikan sekaligus oleh pagawi pemerintah dan bidan swasta dilebih banyak wilayah berkembang, sementara masyarakat pedesaan dilayani oleh wanita penuh baya yang belum terlatih dengan pengalaman kebidanan “outansi” yang seringkali melaksanakan perawatan umum dan bahkan pelayanan untuk hewan peliharaan juga dalam beberapa hal/keadaan. Situasi itu masih berlaku.
Terlihat dimana terdapat sedikit perkembangan dalam pelayanan dan pelatihan kebidanan sampai awal abad ke 19 dibawah pemerintahan Batavia yang mengambil alih semenanjung dari perusahan Hindia-Belanda timur yang bubar, seorang dokter bedah bernama Dr Leishing mereka mendasikan dimana telah didirikan sebuah sekolah kebidanan ini untuk mengganikan sistem magang perusahaan dan terjadi sebelum pendudukan British kedua di semenanjung tersebut. Komite Medis tertinggi meninjau kembali lisensi dokter, bidan dan apoteker dan menemukan bahwa enam bidan yang sudah mempunyai lisensi tidak memenuhi kriteria mereka.
Ide pendirian sekolah kebidanan baru terlaksana pada tahun 1808, saat seirang dokter bedah dari pemerintah batavia terdahulu. Dr Johann Hunrich frederich carel leopold wehr, mengajukan permohonan oada guberbur semenanjung untuk mendirikan sekolah seperti itu. Dr Wehr sangat tertarik pada kebidanan, dan dia mengungkapkan perhatian yang besar pada kurangnya bidan yang berkualitas bagi Cape town dan daerah-daerahnya, dan standart asuhan kebidanan yang jelek yang di berikan oleh orang-orang yang tidak mempunyai lisensi/izin. Dia ditunjuk sebagai Accoucher kolonial dengan wewenang untuk melatih sejumlah besar bidan untuk melayani masyarakat. Dia akan membantu para bidan yang bekerja diantara orang miskin, tanpa bayaran, tapi dia meminta gaji yang sesuai untuk mengimbangi pelayanannya disana.
Gubernur Earl of caledon menyetujuai pendirian sekolah tersebut pada tanggal 1 November 1810, dan Dr Wehr ditunjuk sebagai instruktur kolonial kebidanan. Dengan demikian, lahirlah sekolah profesional pertama dari jurusannya di Afrika selatan, dan pelatihan para bidan di mulai pada tahun 1811. Tujuh kandidat yang menyelesaikan pelatihan tersbeut dan terkualifikasi pada tahun 1813 merupakan profesional pertama yang terlatih dan terkualifikasi di Afrika Selatan. Kode etik yang diikrarkan dipegang rteguh saat mereka melakukan “Sumpah Jabatan” yang mencakup banyak elemen yang terwujud dalam kode etik/sikap saat ini. Kode ini meliputi persyaratan untuk ; prilaku pribadi/perorangan, hubungan dengan bidan yang lain, dengan dokter dan utusan agama ; rahasia profesi; dan meminta bantuan medis jika diperlukan.
Dua awal penting dalam sejarah kebidanan di Afrika Selatan terjkadi selama periode ini. Kiira-kira pada tahun 1809. Seorang utusan medis dari Misionary Society London, Dr. Van der kemp, menulis sebuah buku saku tentang kebidanan bagi pembantunya. Tampaknya ini merupakan buku kebidanan pertama yang ditulis di Afrika Selatan. Pada tahun 1816, operasi seksio caesarea pertama dilakukan pada isteri Mr. Thomas Munnik oleh Dr. James Barry. Anak tersebut diberi nama James Barry Munnik
Permulaan dan Pelatihan Modern
Saudari Henrietha Stockdale
Tahap penting berikutnya dalam perkembangan peltihan kebidanan digembor-gemborkan oleh kedatangan saudari Henrichtta stockdate di Afrika selatan, yang pada tahun 1867 dikirim oleh komunitasnya ke rumah sakit Carnarvon di Kimberly. Disini Dr James Prince, seorang dokter kanada, memutuskan untuk menyusun pelayanan kebidanan daerah dengan bantuan bidan Ella Ruth terdaftar sebagai perawat umum pada tahun 1919 dan sebagai seorang bidan pada tahun 1920, sehingga menjadi wanita kulit berwarna pertama yang memiliki kulaifikasi ganda.
Pelatihan kebidanan bagi orang kulit hitam dimulai sesudahnya, dan pada tahun 1927. dirumah sakit Mc card zulu di Duban, Beatrice Msimang menjadi wanita kulit hitam pertama yang menjadi perawat dan bidan yang terdaftar.

Perkembangan-perkembangan pada tahun 20
Usia Yang Diizinkan Masuk
Sebelum ada peraturan-peraturan dewan Medis Afrika Selatan, tidak ada penentuan batas usia. Beberapa sekolah menetapkan bahwa para siswa harus berusia 24-50 tahun, sekolah yang lain menetapkan 21-45 tahun. Semua sekolah mewajibkan orang yang sudah dewasa. Kebidanan bulan merupakan profesi yang diinginkan bagi gadis-gadis yang belum menikah.
Kemudian, siswa perawat dan siswa bidan tidak diizinkan untuk menikah dan siapapun yang memnutuskan untuk menikah harus berhenti dari pelatihan. Pada tahun 1960-an, peraturan-peraturan tersebut diperlonggar, dan wanita yang sudah menikah diizinkan untuk melanjutkan pelatihan keperawatan dan kebidanan.

Standar Pendidikan
Pada tahun 1923, sertifikat standar enam telah dapat diterima, kemudian muncul standart tujuh pada tahun 1929, kemudian standart delapan pada tahun 1949 dan pada tahun 1960, standart sepuluh merupakan standart pendidikan minimal yang diwajibkan.

Silabus dan lamanya pelatihan.
Pelatihan kebidanan ditetapkan oleh empat Dewan Medis (Neogara bagain Cape, natal, transual dan orange free) setelah dimulai di Cape pada tahun 1892, dan siswa harus menolong minimal 12 persalinan dan merawat 12 wanita pada masa puerperium. Pelatihan dilakukan dilapangan dan diruang perawatan rumah sakit kalau tersedia/ada.
Sebagian besar pusat pelatihan merasa bahwa masa pelatihan terlalu pendek, dan pada tahun 1917, Asosiasi Perawat terlatih Afrika Selatan juga mengungkapkan ketidakpuasannya dengan kurangnya fasilitas. Sekolah pelatihan terlalu sedikit, dan kurangnya bed yang tersedia bagi pasien kebidanan. Asosiasi ini merekomendasikan : ketentuan rumah sakit kebidanan yang disubsidi oleh pemerintah yang lebih banyak untuk digunakan sebagai sekolah pelatihan; dimana pelatihan harus diperpenjang sampai minimal selama 6 bulan; dan dimana ketentuan tersebut harus meliputi pelatihan teorituis dan praktek di lapangan dan diruang perawatan.
Pada tahun 1919, sekolah perawatan kebidanan didirikan di bekas rumah Pal Kruger, dimana masa pelatihan 12 bulan jika siswanya belum menjadi perawat yang terdaftar.
Dewan perawatan Afrika Selatan mengambil kembali pelatihan kebidanan pada tahun 1945, dan pada tahun 1949, masa pengajaran lebih lanjut meningkat menjadi 18 bulan bagi perawat yang belum terdaftar, dan 9 bulan bagi perawat uang sudah terdaftar. Pada tahun 1960, masa tersebut menjadi 24 bulan dan 12 bulan berturut-turut. Diwajibkan menolong persalinan sebanyak 30 persalinan dan 30 asuhan postnatal. Perawat yang belum terdaftar mengikuti ujian awal umum dengan siswa keperawatan umum.
Sekarang ini, dan kadang-kadang secara kontroversi, pengajaran kebidanan termasuk dalam pengajaran selama 4 tahun, yang menuntun pada registrasi bagi seorang perawat (umum, psikiatrik dan komunitas) dan sebagai seorang bidan.
Pada tahun 1977, laki-laki diizinkan mengikuti pengajaran kebidanan untuk pertama kalinya di Afrika Selatan.
Bidan yang sudah terdaftar juga bisa melanjutkan ke Diploma dalam kebidanan dan /atau ke ilmu perawatan neonatal intensive, Pelatihan ADM diadakan di Rumah Sakit Mowbray pada tahun 1976, dan peraturan-p-eraturan bagi pelatihan diumumkan oleh Dewan perawatan Afrika Selatan pada bulan Agustus 1979. Kebidanan sebagai jurusan Kuliah di tingkat Universitas dapat diperoleh pada tingkat Doktor.

2.3.3 Amerika
Di Amerika, para bidan berperan seperti dojkter, berpengalaman tanpa pendidikan yang spesifik, standart-standart, atau peraturan-peraturan sampai pada awal abad ke 20.
Kebidanan, sementara itu dianggap menjadi tidak diakui dalam sebagian besar yuridiksi (hukum-hukum) dengan istiklah “nenek tua” kebidanan akhirnya padam, profesi bidan hampir mati.
Sekitar tahun 1700, para ahli sejarah memprediksikan bahwa angka kematian ibu di AS sebanyak 95%. Salah satu alasan kenapa dokter banyak terlibat dalam persalinan adalah untuk menghilangkan praktek sihir yang mash ada pada saat itu. Dokter memegang kendali dan banyak memberikan obat-obatan tetapi tidak mengindahkan aspek spiritual. Sehingga wnaita yang menjalani persalinan selalu dihinggapi perasaan takut terhadap kematian.
Walaupun statistik terperinci tidak menunjukkan bahwa pasien-pasien bidan mungkin tidak sebanyak dari pada pasien dokter untuk kematian demam nifas atau infeksi puerperalis, sebagian besar penting karena kesakitan maternal dan kematian saat itu.
Tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan mulai dibuka pada akhir abad ke 18 banyak kalangan medis yang berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual wanita tidak dapat belajar dan menerapkan metode obstetric. Pendapat ini digunakan untuk menjatuhkan profesi bidan, sehingga bidan tidak mempunyai pendukung, uang tidak terorganisir dan tidak dianggap profesional.
Pada pertengahan abad antara tahun 1770 dan 1820, para wanita golongan atas di kota-kota di Amerika, mulai meminta bantuan “para bidan pria” atau para dokter. Sejak awal 1990 setengah persalinan di AS ditangani oleh dokter, bidan hanya menangani persalinan wanita yang tidak mampu membayar dokter. Dengan berubahnya kondisi kehidupan di kora, persepsi-persepsi bartu para wanita dan kemajuan dalam ilmu kedokteran, kelahiran menjadi semakin meningkat di pandang sebagai satu masalah medis sehingga di kelola oleh dokter.
Tahun 1915 dokter Joseph de lee mengatakan bahwa kelahiran bayi adalah proses patologis dan bidan tidak mempunyai peran di dalamnya, dan diberlakukannya protap pertolongan persalinan di AS yaitu : memberikan sedatif pada awal inpartu, membiarkan serviks berdilatasi memberikan ether pada kala dua, melakukan episiotomi, melahirkan bayi dengan forcep elstraksi plasenta, memberikan uteronika serta menjahit episiotomi. Akibat protap tersebut kematian ibu mencapai angka 600-700 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1900-1930, dan sebanyak 30-50% wanita melahirkan di rumah sakit. Dokter Grantly Dicke meluncurkan buku tentang persalinan alamiah. Hal ini membuat para spesialis obstetric berusaha meningkatkan peran tenaga diluar medis, termasuk bidan.
Pada waktu yang sama karena pelatihan para medis yang terbatas bagi para pria, para wanita kehilangan posisinya sebagai pembantu pada persalinan, dan suatu peristiwa yang dilaksanakan secara tradisional oleh suatu komunitas wanita menjadi sebuah pengalaman utama oleh seorang wanita dan dokternya.
Tahun 1955 American College of Nurse – Midwives (ACNM) dibuka. Pada tahun 1971 seorang bidan di Tennesse mulai menolong persalinan secara mandiri di institusi kesehatan. Pada tahun 1979 badan pengawasan obat Amerika mengatakan bahwa ibu bersalin yang menerima anasthesi dalam dosisi tinggi telah melahirkan anak-anak melahirkan anak-anak yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor. Pernyataan ini membuat masyarakat tertarik pada proses persalinan alamiah, persalinan di rumah dan memacu peran bidan. Pada era 1980-an ACNM membuat pedoman alternatif lain dalam homebirth. Pada tahun yang sama dibuat legalisasi tentang opraktek profesional bidan, sehingga membuat bidan menjadi sebuah profesi dengan lahan praktek yang spesifik dan membutuhkan organisasi yang mengatur profesi tersebut.
Pada tahun 1982 MANA (Midwive Alliance Of North America) di bentuk untuk meningkatkan komunikiasi antar bidan serta membuat peraturan sebagai dasar kompetensi untuk melindungi bidan. DI beberapa negara seperti Arizona, bidan mempunyai tugas khusus yuaitu melahirkan bayi untuk perawatan selanjutnya seperti merawat bayi, memberi injeksi bukan lagi tugas bidan, dia hanya melakukan jika diperlukan namun jarang terjadi.
Bidan menangani 1,1% persalinan di tahun 1980 : 5,5% di tahun 1994. Angka sectio caesaria menurun dari 25% (1988) menjadi 21% (1995). Penggunaan forcep menurun dari 5,5% (1989) menjadi 3,8% (1994).
Dunia kebidanan berkembang saat ini sesuai peningkatan permintaan untuk itu profesi kebidanan tidak mempunyai latihan formal, sehingga ada beberapa tingkatan kemampuan, walaupun begitu mereka berusaha agar menjadi lebih dipercaya, banyak membaca dan pendekatan tradisional dan mengurangi teknik invasif untuk pertolongan seperti penyembuhan tradisional.
Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh bidan Amerika saat ini antara lain :
- Walaupun ada banyak undang-undang baru, direct entry midwives masihdianggap iolegal dibeberapa negara bagian.
- Lisensi praktek berbeda tiap negara bagian, tidak ada standart nasional sehingga tidak ada definisi yang jelas tentang bidan sebagai seseorang yang telah terdidik dan memiliki standart kompetensi yang sama.
Sedikit sekali data yang akurat tentang direct entry midwives dan jumlah data persalinan yang mereka tangani.
- Kritik tajam dari profesi medis kepada diret entry midwives ditambah dengan isolasi dari system pelayanan kesehatan pokok telah mempersulit sebagian besar dari mereka untuk memperoleh dukungan medis yang adekuat bila terjadi keadaan gawat darurat.
Pendidikan kebidanan biasanya berbentuk praktek lapangan, sampai saat ini mereka bisa menangani persalinan dengan pengalaman sebagai bidan. Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan selam 4 tahun dan praktek lapangan selama 2 tahun, yang mana biaya yang sangat mahal. Kebidanan memiliki sebuah organisasi untuk membentuk standart, menyediakan sertifikat dan membuat ijin praktek.
Saat ini AS merupakan negara yang menyediakan perawatan maternitas termahal di dunia, tetapi sekaligus merupakan negara industri yang paling buruk dalam hasil perawatan natal di negara-negara industri lainnya.

2.3.4 Australia
Florence Nightingale adalah pelopor kebidanan dan keperawatan yang dimulai dengan tradisi dan latihan-latihan pada abad 19. Tahun 1824 kebidanan masih belum di kenal sebagai bagian dari pendidikan medis di Inggris dan Australia, kebidanan masih didominasi oelh profesi dokter.
Pendidikan bidan pertama kali di Australia dimulai pada tahun 1862. Lulusan itu dibekali dengan pengetahuan teori dan praktek. Pendidikan Diploma Kebidanan dimulai tahun 1893, dan sejak tahun 1899 hanya bidan sekalig7us perawat yang telah terlatih yang boleh bekerja di rumah sakit.
Sebagian besar wanita yang melahirkan tidak di rawat dengan selayaknya oleh masyarakat. Ketidakseimbangan seksual dan moral di Australia telah membuat prostitusi berkembang dengan cepat. Hal ini menyebabkan banyak wanita hamil di luar nikah dan jarang mereka dapat memperoleh pelayanan dari bidan atau dokter karena pengaruh social mereka atau pada komunitas tyang terbatas, meskipun demikian di Australi bidan tidak bekerja sebagai perawat, mereka bekerja sebagaimana layaknya seorang bidan. Pendapat bahwa seseorang bidan haru reflek menjadi seorang perawat dan program pendidikan serta prakteknya banyak di buka di beberapa tempat dan umumnya di buka atau disediakan oleh Non Bidan.
Pendidikan Kebidanan
Kebidanan di Australia telah mengalami perkembangan yang mengalami pesat sejak 10 tahun terakhir. Dasar pendidikan telah berubah dari traditional hospital base programme menjadi tertiary course of studies menyesuaikan kebutuhan pel;ayanan dari masyarakat. Tidak semua institusi pendidikan kebidanan di Australi telah melaksanakan perubahan ini, beberapa masih menggunakan proram pendidikan yang berorientasi pada rumah sakit. Kurikulum pendidikan disusun oleh staf akademik berdasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka di lapangan kebidanan.
Kekurangan yang dapat dilihat dari pendidikan kebidanan di Australia hampir sama dengan pelaksanaan pendidikan bidan di Indonesia. Belum ada persamaan persepsi mengenai pengimplementasian kurikulum pada masing-masing institusi, sehingga lulusan bidan mempunyai kompetensi klinik yang berbeda tergantung pada institusi pendidikannya. Hal ini ditambah dengan kurangnya kebijaksanaan formal dan tidak adanya standar nasional menurut National Review of Nurse Education 1994, tidak ada direct entry.
Pada tahun 1913 sebanayak 30% persalinan ditolong ileh Bidan. Meskipun ada peningkatan jumlah dokter yang menangani persalinan antara tahun 1900 sampai 1940, tidak ada penurunan yang berarti pada angka kematian ibu dan bidanlah yang selalu disalahkan akan hal itu. Kenyataannya wanita jelas menengah ke atas yang ditangani oleh dokter dalam persalinannya mempunyai resiko infeksi yang lebih besar daripada wanita miskin yang ditangani oleh Bidan.
Masalah Profesional
Tugas pertama yang sulit adalah meneliti kembali nama bidan itu sendiri, itu tidak sama dengan ketika latihan dalam praktek kebidanan. Bidan sangat penting di pelayanan kesehatan sejak Perang Dunia II dan proporsi yang besar di rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan utnuk daerah sekitar rumah sakit tersebut. Peningkatan rumah sakit dan persatuan perawat dan peningkatan ahli kebidanan yang lebih menekankan pada teknologi menyebabkan mundurnya kebidanan. Tapi situasi itu berakhir pada saat Amerika Utara menilai kepemimpinan perawat dan kepemimpinan bidan yang memutuskan bahwa bidan berhak mendapat penghargaan pertama dan penghargaan kedua diberikan kepada keperawatan. Penghargaan itu sanga penting untuk peningkatan profesi kebidanan.
Kita tahu di beberapa negara mengkombinasikan keperawatan dan kebidanan dalam seorang tenaga kesehatan, hal itu terjadi di pulau kecil dan pelatihan klinik sekarang semakin baik menuju standar internasional sedikit lebih baik daripada masa yang lalu.
Pengembangan Profesi Bidan
Pemerintah melihat adanya peningkatan kebidanan dengan pemberian asuhan yang bermanfaat. Shearman Report (NSWI, 1989) telah menemukan cara awal untuk mengatur strategi perawatan yang berkesinambungan. Having a baby in Victoria (Depkes Viktoria, 1990) melaporkan sebuah revie pelayanan kesehatan di Viktoria yang dibutuhkan pada orientasi pelayanan kesehatan pada wanita dan keluarga. Maksudnya pemeliharaan kesehatan yang lebih baiki. “Perawatan efektif pada kelahiran” CNH dan MRC, 1996 menyimpulkan bahwa perawatan yang berkesinambungan akan menjadi tujuan perawatan kesehatan ibu.
Masalah Regional
Negara tetangga Australia yaitu Papua Nugini, Pulau Solomon memiliki angka kematian yang sangat tinggi. Rosaline Lapar, seorang pemenang piagam Maria Gibran pada ICM di Oslo yang sekarang sedang berada di Universitas Teknologi Sidney menunjukkan sebuah video yang digunakan untuk melatih asisten bidan di desa dengan cara ibu berbaring setelah melahirkan kepala dan bahu, dan melahirkan plasenta dengan menarik tali pusat secara terkendali. Cara ini banyak diakui oleh negara bagian Barat yang mengatakan hal ini tidak hanya berbeda dari biasanya untuk pendidikan bidan di Australia. Mahasiswa kebidanan harus menjadi perawat dahulu sebelum mengikuti pendidikan bidan, Sebab di Australia, kebidanan masih menjadi sub spesialisasi dalam keperawatan (maternal and child helath). Didalamnya termasuk pendidikan tentang keluarga berencanam, kesehatan wanita, perawatan ginekologi, perawatan anak, kesehatan anak dan keluarga, serta kesehatan neonatus dan remaja. Adanya peraturan ini semakin mempersempit peran dan ruang kerja bidan.
Literatur yang tersedia bagi mahasiswa kebidanan masih kurang. Kurikulum yang ada dirasakan hanya sesuai untuk mahasiswa pemula atau menengah saja, sehingga kadang-kadang mahasiswa yang telah terlatih di keperawatan kebidanan diberikan porsi yang sama seperti pemula atau sebaliknya. Mahasiswa yang sebelumnya telah mendapatkan pendidikan kebidanan di keperawatan akan membawa konsep “sakit”. Transisi dari filosofi “sakit” ke filosofi “sehat” dalam kebidanan sedikit banyak menyulitkan mahasiswa.
Beberapa tahun setelah Australia mengadakan pelatihan kebidanan, datang para pendidik yang membuka universitas yang memiliki cara tersendiri untuk menghasilkan tenaga yang berkualitas. Pada waktu yang sama pemerintah mendukung bidan dalam memperluas peran mereka. Luasnya pengalaman klinik cukup diterima masyarakat dibeberapa tempat tetapi juga mengurangi resiko yang akan terjadi. Satu hal lagiyang perlu diketahui bahwa persalinan di desa tersebut ibu berbaring di daun pisang yang bersih atau sprei.
Di negara Barat terdapat peraturan dimana wanita melahirkan tidak boleh ditemani oleh keluarganya, tetapi ada beberapa negara yang menganggap peraturan ini tidak efektif dan mengatakan bahwa ibu bersalin perlu ditemani oleh suami atau anggota keluarganya.
Penerapan Penelitian Kedalam Praktek
Akhir dari masalah bidan di kawasan ini adalah penerapan penelitian ke dalam praktek, misalnya pada video yang digunakan di Papua Nugini yang berisi anjuran kepada bidan untuk meninggalkan tradisi mereka dan memandang pada fakta-fakta yang ada.
Keberadaan bidan di negara ini masih dipertanyakan karena adanya pengaruh medicalisasi. Perawat kebidanan tidak boleh meniolong persalinan.
Pendidikan kebidanan di Australia setingkat Universitas, mahasiswanya berasal dari lulusan degree perawat dan 2 tahun bidan, sedangkan pada tingkat direct entry, masih sering dipertanyakan oleh perawat. Pada tahun 2000, di University Of Technology Of Sidney, telah terbentuk S2 Kebidanan (Doctor of Midwifery).

2.3.5 Selandia Baru
Selandia Baru telah mempunyai peraturan tentang cara kerja kebidanan sejak tahun 1904, tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktik bidan telah berubah secara berarti sebagai hasil dari meningkatnya sistem perumahsakitan dan pengobatan atau pertolongan dalam kelahiran. Karena danya otonomi bagi pekerja yang bergerak dalam porakteknya dengan lingkup praktek yang penuh di awal tahun 1900, secara perlahan bidan menjadi ‘asisten’ dokter. Bidan bekerja di masyarakat di mulai dengan bekerja di rumah sakit dalam area tertentu, seperti klinik antenatal, ruang bersalin dan ruang nifas, kehamilan dan persalinan menjadi terpisah menjadi khusu dan tersendiri secara keseluruhan. Dalam proses ini, bidan kehilangan pandangan bahwa persalinan adalah suatu peristiwa yang normal dan dengan peran mereka sendiripun sebagai pendamping pada peristiwa normal tersebut. Di samping itu bidan menjadi berpengalaman memberikan intervensi dan asuhan maternitas yang penuh dengan pengaruh medis, dimana seharusnya para dokter dan rumah sakit secara langsung yang lebih tepat untuk memberikannya.
Model di atas ditujukan untuk memberikan pelayanan pada maternal dan utnuk mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan janin hal ini berlangsung pada tahun 1920 sampai dengan tahun 1980 dimana yang memberlakukan model tersebut adalah negara-negara barat seperti Selandia Baru, Australia, Inggris dan Amerika. Tetapi strategi seperti itu tidak mencapai kesuksesan.
Di Selandia Baru, para wanitalah yang melawan model asuh persalinan tersebut dan menginginkan kembalinya bidan ‘tradisional’ yaitu seseorang yang berpengalaman dari mulainya kehamilan sampai dengan enam minggu setelah persalinan. Mereka menginginkan bidan yang berkerja dipercaya kemampuannya untuk menolong persalinan tanpa intervensi dan memberikan dukungan bahwa persalinan adalah peristiwa yang normal .
Wanita-wanita Selandia Baru menginginkan untuk mengambil alih kembali kontrol dalam persalinan mereka dan menempatkan diri emreka di tempat yang tepat sebagai pusat kontrol di dalam memilih apa yang berkenaan dengan diri mereka.
Pada era 80-an, bidan bekerjasama dengan para wanita untuk menegaskan kembali otonomi bidan dan bersama-sama sebagai partner mereka telah membawa kebijakan politik yang diperkuat dengan legalisasi tentang prfoesionalisme praktek bidan. Sebagian besar bidan di Selandia Baru mulai memilih untuk bekerja secara mandiri dengan tanggungjawab penuh kepada klien dan asuhannya dalam lingkup yang normal. Lebih dari 10 tahun yang lalu, pelayanan mmaternitas telah berubah secara dramatis. Saat ini, 86% wanita mendapatkan pelayanan dari bidan selama kehamilan sampai nifas, dan asuhan berkelanjutan pada persalinan dapat dilakukan di rumah ibu. Sekarang, di samping dokter, 63% wanita memilih bidan sebagai satu-satunya perawat maternitas, dalam hal ini terus meningkat. Ada suatu keinginan dari para wanita agar dirinya menjadi pusat pelayanan maternitas. Di rumah sakit pun memberikan pelayanan bagi yang menginginkan tenaga kesehatan profesional yaitu pusat pelayanan maternitas.
Model kebidanan yang digunakan di Selandia Baru adalah partnership antara bidan dan wanita. Bidan dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya, dan wanita dengan pengetahuan tentang kebutuhan diri dan keluarganya, serta harapan-harapan terhadap kehamilan dan persalinan. Pada awal kehamilan, anatara bidan dan wanita harus saling mengenal dan menumbuhkan rasa saling percaya di antara keduanya. Dasar dari model partnership adalah komunikasi dan negosiasi.
Di Selandia Baru, bidan harus dapat membangun hubungan partnership dengan wanita yang menjadi kliennya, disamping bidan harus mempunyai kemampuan yang profesional.

2.3.6 Ontario, Kanada
Ontario adalah provinsi pertama di Kanada yang menerbitkan peraturan tentang kebidanan, setelah sejarah panjang tentang kebidanan yang ilegal dan berakibat meningkatnya praktek bidan yang tidak berijin. Seperti Selandia Baru, wanitalah yang menginginkan perubahan, mereka membuat pililhan asuhan dan keputusan yang sesuai dengan pengalaman untuk dijadikan model kebidanan terbaru.
Model kebidanan yang dipakai di Ontario berdasarkan pada definisi ICM tentang bidan yaitu seorang tenaga yang mempunyai otonomi praktek terbatas pada persalinan normal. Sasaran dari praktek kebidanan adalah masyarakat. Bidan memiliki akses kepada rumah sakit maternitas dan wanita mempunyai pilihan atas persalinan di rumah atau rumah sakit.
Ontario tidak menganut konsep partnership sebagai pusat praktek kebidanan walaupun terbagi atas dua model. Untuk contoh di Selandia Baru dan Ontorio Kanada sama-sama menerapkan model partnership dalam asuhan kebidanan. Beberapa aspek didalamnya antara lain hubungan antar wanita, asuhan berkesinambungan, kebebasan memilih dan menyetujui, otonomi praktek kebidanan terfokus pada kehamilan dan persalinan normal.
Dalam membangun dunia profesi kebidanan yang baru di Selandia Baru dan Kanada membuat system baru dalam mempersiapkan bidan-bidan untuk registrasi. Keduanya memulai dengan suatu keputusan bahwa bidanlah yang dibutuhkan dalam pelayanan maternitas dan menetapkan ruang lingkup praktek kebidanan. Ruang lingkup praktek kebidanan di kedua negara tersebut tidak keluar jalur yang telah ditetapkan ICM yaitu bidan bekerja dengan otonomi penuh dalam lingkup persalinan normal atau pelayanan maternitas primer. Bidan bekerja dan berkonsultasi dengan ahli obstetric bila terjadi komplikasi dan ibu serta bayi memerlukan bantuan dan pelayanan maternitas sekunder. Bidan di kedua negara tersebut mempunyai akses fasilitas rumah sakit tampa harus bekerja di rumah sakit. Mereka bekerja di rumah atau di rumah sakit maternitas dan dapat mengakses fasilitas.
Selandia Baru dan Kanada menerapkan program direct entry (pendidikan kebidanan selama 3 tahun tanpa melalui pendidikan keperawatan), sebelumnya di Selandia Baru ada perawat kebidanan dimana perawat dapat menambah pendidikannya utnuk menjadi seorang bidan sedangkan d Kanada tidak ada. Bagaimanapun kedua negara tersebut yakin bahwa untuk mempersiapkan bidan yang dapat bekerja secara otonom dan dapat memberi dukungan kepada wanita agar dapat menentukan sendiri persalinannya. Penting untuk mendidik wanita yang sebelumnya belum pernah berkecimpung dalam system kesehatan menempuh program pendidikan kebidanan, tetapi program direct entry lebih diutamakan. Perawat yang ingin menjadi bidan sepenuhnya harus melewati program pendidikan kebidanan terlebih dahulu, walaupun mereka harus memnuhi beberapa aspek program.
Kedua negara tersebut menggunakan dua model pendidikan yaitu pembelajaran teoiri dan magang. Pembelajaran teori di kelas difokuskan pada teori dasar yang akan melahirkan bidan-bidan yang dapat mengartikulasikan filosofinya sendiri dalam praktek, memanfaatkan penelitian dalam praktek mereka dan berfikir kritis tentang praktek. Dilengkapi dengan belajar magang dimana mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang berpraktek dalam waktu yang cukup lama. Tidak seperti model magang tradisional dimana mahasiswa bekerja dengan lebih dari seorang bidan dengan berbagai macam model praktek. Mahasiswa tidak hanya mempelajari hal yang positif tetapi juga harus mengetahui hal-hal yang negatif untuk itu dilakukan di masa mendatang. Satu mahasiswa akan bekerja dengan satu bidan sehingga mereka tidak dikacaukan dengan bermacam-macam model praktek dan ini dalam jangka waktu yang lama. Bidan tersebut memberikan role model yang penting untuk proses pembelajaran. Mahasiswa bidan juga akan mulai belajar tentang model partnership. Model ini terdiri dari hubungan antara wanita dengan mahasiswa bidan, mahasiswa bidan dengan bidan, mahasiswa bidan dengan guru bidan, guru bidan dengan bidan, hubungan antara program kebidanan dengan profesi kebidanan serta program kebidanan dengan wanita.
Dari sini dapat kita lihat bahwa model pendidikan kebidanan yang digunakan oleh Selandia Baru dan Kanada saling terkait satu sama lain sebagai bagian dari pelayanan maternitas. Setiap bagian dari lingkaran tersebut mewakili bermacam-macam partnership yang saling berintegrasi. Partnership ini menjaga agar program pendidikan tetap pada tujuan utamanya, yaitu mencetak bidan-bidan yang dapat bekerja secara mandiri sebagai pemberi asuhan maternitas primer. Selandia Baru dan Kanada telah sukses dalam menghidupkan kembali status bidan dan status wanita. Kesesuaian antara pendidikan bidan dan ruang lingkup praktek kebidanan adalah bagian terpenting dari sukses tersebut.














Partnership Dalam Pendidikan Kebidanan
Kelompok Maternity
Bidan
Profesi Kebidanan
Wanita
Siswa Bidan
Guru Bidan












Hydro Theraphy, Water Birth, Aroma theraphy, music theraphy. Refleksi dan Acupuntur dalam proses persalinan (Natural Child Birth).
Pendidikan kebidanan di Inggris, terdiri dar dua jalur yaitu Direct Entry yang berasal dari lulusan SMU ditambah 3 tahun pendidikan, dan dari perawat ditambah 18 bulan pendidikan, lulusannya Diploma dan Advanced Diploma. Setelah tahun 1995, telah dibentuk pendidikan kebidanan setingkat universitas, (Degree-Bachelor), yang berasal dari SMU ditambah 3-4 tahun. Lulusan ini dapat melanjutkan ke S2 kebidanan. Sistem yang dianut ialah APEL (Accreditation of Prior Experiental Learning) yaitu untuk akreditasi 5x study day dalam 3 tahun yang terdiri dari sertifikat, critical analisis, reflection, evaluation dan find evidence.

2.3.7 Belanda
Perkembangan Kebidanan di Belanda
Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah Belanda terhadap kelahiran dan kematian, pemerintah mengambil tindakan terhadap masalah tersebut. Wanita berhak memilih apakah ia mau melahirkan di rumah atau di Rumah Sakit, hidup atau mati. Belanda memiliki angka kelahiran yang sangat tinggi sedangkan kematian prenatal relatif rendah. Satu dari tiga persalinan lahir di rumah dan ditolong oleh bidan dan perawat sedang yang lain di rumah sakit, tetapi juga ditolong oleh bidan. Dalam kenyataannya ketiga kelahiran tersebut.
Prof. Geerit Van Kloosterman pada konferensinya di Toronto tahun 1984 menyatakan bahwa setiap kehamilan adalah normal dan harus selalu di pantau dan mereka bebas memilih untuk tinggal di rumah atau di rumah sakit dimana bidan yang sama akan memantau kehamilannya. Yang utama dan penting, kebidanan di Belanda melihat suatu perbedaan yang nyata antara kebidanan keperawatan. Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan menjadi seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang sakit, sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan Maria De Broer yang mengatakan bahwa kbiedanan tidak memiliki hubungan dengan keperawatan, kebidanan adalah profesi yang mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anastesi dan sedatif pada pasien begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan memberi dorongan pada ibu saat persalinan. Jadi padaprakteknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan dan mendorong ibu untuk menolong dirinya sendiri.
Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post natal, pada resiko menengah mereka selalu memberi job tersebut pada bidan dan pada kasus resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama.
Bidan di Belanda 75% bekerja secara mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri dan aktif. Sehubungan dengan hal tersebut bidan harus menjadi role model di masyarakat dan harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal sehingga apabila seorang wanita merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri ke bidan atau dianjurkan oleh keluarga atau teman atau siapa saja.
Pendidikan Kebdianan di Belanda
Pendidikan Kebidananh di Belanda terpisah dari pendidikan keperawatan dan berkembang menjadi profesi yang berbeda. DI Belanda ada 3 institusi kebidanan dan menerima 66 mahasiswa setiap tahunnya. Hampir tahun 800 calon mahasiswa (95% wanita, 4% pria) yang mengikuti tes syarat masuk mengikuti pendidikan usia minimum 19 tahun, telah menamatkan Secondary Education atau yang sederajat dari jurusan kimia dan biologi. Mahasiswa kbidanan tidak menerima gaji dan tidak membayar biaya pendidikan.
Selama pendidikan di ketiga institusi tersebut menekankan bahwa kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai proses fisiologis. Ini diterapkan dengan menempatkan mahasiswa untuk praktek di kamar bersalin dimana wanita dengan resiko rendah melahirkan. Persalinan, walaupun di rumah sakit, seperti di rumah, tidak ada dokter yang siap menolong dan tidak terdapat Cardiograph. Mahasiswa akan teruju keterampilan kebidanan yang telah terpelajari. Bila ada masalah, mahasiswa baru akan berkonsultasi dengan Ahli kebidanan dan seperti di rumah, wanita di kirim ke ruang bersalin patologi. Mahasiswa diwajibkan mempunyai pengalaman minimal 40 persalinan selama pendidikan. Ketika mereka lulus ujian akhir akan menerima ijazah yang didalamnya tercanbtum nilai ujian.
Pelayanan Antenatal
Bidan menurut peraturan Belanda lebih berhak praktek mandiri daripada perawat. Bidan mempunyai ijin resmi untuk praktek dan menyediakan layanan kepada wanita dengan resiko rendah, meliputi antenatal, intrapartum dan postnatal tanpa Ahli Kandungan yang menyertai mereka bekerja di bawah Lembaga Audit Kesehatan. Bidan harus merujuk wanita denganresiko tinggi atau kasus patologi ke Ahli Kebidanan untuk di rawat dengan baik.
Untuk memperbaiki pelayanan kebidanan dan ahli kebidanan dan untuk meningkatakan kerjasama antar bidan dan ahli kebidanan dibentuklah dafatar indikasi oleh kelompok kecil yang berhubungan dengan pelayanan maternal di Belanda. Daftar itu berisi riwayat sebelum dan sesudah pengobatan, riwayat kebidanan yang akan berguna dalam pelayanan kebidanan. Penelitian Woremever menghasilkan data tentang mortalitas dan morbilitas yang menjamin kesimpulan :dengan suystem pelayanan kebidanan yang diterapkan di Belanda memungkinkan mendapatkan hasil yang memuaskan melalui seleksi wanita. Suksesnya penggunaan daftar indikasi merupakan dasar yang penting mengapa persalinan di rumah disediakandan menjadi alternatif karena wanita dengan resiko tinggi dapat diidentifikasi dan kemudaian di rujuk ke ahli Kebidanan.
Selama kehamilan bidan menjumpai wanita hamil 10-14 kali di Klinik bidan. Sasaran utama praktek bidan adalah pelayanan komunitas. Jika tidak ada masalah, wanita diberi pilihan untuk melahirkan dirumah atau di rumah sakit. Karena pelayanan antenatal yang hati8-hati sehingga kelahiran di rumah sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit. Tahun 1969 pemerintah pemerintah Belanda menetapkan bahwa melahirkan di rumah harus dipromosikan sebagai alternatif persalinan. Di Amsterdam 43% kelahiran (Catatan bidan dan Ahli Kebidanan) terjadi di rumah. Di Holland diakui bahwa rumah adlaah tempat yang aman untuk melahirkan selama semuanya normal.
Pelayanan Intrapartum
Pelayanan intrapartum dimulai dari waktu bidan dipanggil sampai satu jam setelah lahirnya plasenta dan membrannya. Bidan mempunyai kemampuan untuk melakukan episiotomi tapi tidak diijinkan menggunakan alat kedokteran. Biasanya bidan menjahit luka perineum atau episiotomi, untuk luka yang parah dirujuk ke Ahli Kebidanan. Syntometrin dan Ergometrin diberikan jika ada indikasi. Kebanyakan Kala III dibiarkan sesuai fisiologinya. Analgesik tidak digunakan dalam persalinan.
Pelayanan Postpartum
Di Kebidanan Belanda, pelayanan post natal dimulai setelah.
Pada tahun 1988, persalinan di negara Belanda 80% telah ditolong oleh bidan, hanya 20% persalinan di RS. Pelayanan kebidanan dilakukan pada community – normal, bidan sudah mempunyai indefendensi yuang jelas. Kondisi kesehatan ibu dan anak pun semakin baik, bidan mempunyai tanggung jawab yakni melindungi dan memfasilitasi proses alami, menyeleksi kapan wanitya perlu intervensi, yang menghindari teknologi dan pertolongan dokter yang tidak penting.
Pendidikan bidan digunakan sistem Direct Entry dengan lama pendidikan 3 tahun.


2.3.8 Inggris
Buku tentang praktek kebidanan diterbitkan pada 1902 di inggris dan dirancang unuk melindungi masyarakat dari praktisi yang tidak mempunyai kualifikasi pada saat itu sebagian besar penolong persalinan buta huruf bekerja sendiri, menerima bayaran untuk pelayanan yang mereka berikan pada wanita meskipun promosi praktek bidan yang mempunyai kualifikasi meningkat dari 30 % pada 1905 menjadi 74 % pada 1915, banyak wanita yang menyukai paraji. Hal ini karena paraji lebih murah, mengikuti tradisi lokal dan memberikan dukungan domestik.
Selama tahun 1920an, hanya 50-60 % wanita ditolong oleh seorang bidan dalam persalinannya, tetapi dalam kegawatdaruratan bidan harus memanggil dokter. Pelayanan dipusatkan pada persalinan dan nifas sedangkan pelayanan antenatal mulai dipromosikan tahun 1935.
Bidan mandiri terancam oleh klinik lokal dan peningkatan persalinan di rumah sakit. Pada tahun 1930 perawat yang juga terdaftar memasuki kebidanan karena dari 1916 mereka dapat mengikuti kursus kilat kebidanan. Hal ini mengakibatkan penurunan status dan kekuatan bidan karena perawat disosialisasikan untuk menangani keadaan patologis daripada keadaan fisiologis.
Selama tahun 1980 bidan di Inggris memulai berusaha mendapatkan otonomi yang lebih dan meningkatkan sistem melalui penelitian tentang alternatif pola perawatan. Dengan persalinan alternatif bidan mulai mengembangkan praktek secara mandiri. Selama pertengahan 1980 kira-kira ada 10 bidan praktek secara mandiri di Inggris.
Pada 1990 ada 32 bidan mandiri dan pada 1994 angka perkiraan dari bidan mandiri adalah 100 orang dengan 80 orang diantaranya terdaftar dalam asosiasi bidan mandiri (Independen midwives assosiation).
Karena pengaruh terjadinya medikalisasi, maka wanita mulai menuntut hak pada proses persalinan yang normal (natural child birth). Kebutuhan bidan semakin meningkat, dan mereka bangkit untuk menuntut hak-haknya. Pelayanan yang diberikan bersifat women oriented (berpusat pada wanita). Inilah awal terbentuknya otonomi bidan atau bidan yang mandiri tanoa ada pengaruh dari obstetrician dan perawat.
Pelayanan kebidanan di Inggris berkembang pesat, sejak ditemukannya berbagai penemuan-penemuan baru dalam pelayanan kebidanan midalnya :



2.3.9 Moskow, Uni Soviet
Pendidikan
Pendidikan bidan di Moskow dilakukan selama 3 tahun dibawah pengawasan ahli kandungan. Perkuliahan termasuk anatomi fisiologi dan patologi dari kehamilan dan sebagainya. Nampaknya tidak ada ruangan untuk kegiatan organisasi siswa dan nampaknya tidak dianggap penting, dan dapat terlihat bahwa mereka lebih difokuskan pada aspek ilmu fisik dan biologis daripana ilmu social dan psikologis.
Pelayanan Antenatal
Pada awalnya, pelayanan antenatal di Moskos dilakukan oleh dokter dengan beberapa perawat atau bidan yang melakukan tugas rutin yang cukup berat, pemeriksaan urine dan sebagai asisten dokter. Di beberapa area pedesaan bidan lebih terlibat dalam pelayanan antenatal. Angka kematian ibu bervariasi, tetapi biasanya lebih tinggi di area pedesaan dimana akses untuk mendapatkan pelayanan suilit. Pengelolaan masalah seperti kehamilan yang menyebabkan hipertensi dan pre eklampsi sering terjadi. Terdapat kekurangan pada perlengkapan monitore dan fasilitas untuk pemeriksaan yang akan menghasilkan bentuk manajemen yang kuno. Ibu mengunjungi klinik secara rutin setiap bulan pada umur kehamilan 12-20 minggu pada kehamilan 32-40 minggu. Pemeriksaan urine rutin, tekanan darah dan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan

Pelayanan Intrapartum
Di Moskow, beberapa persalinan terjadi di rumah, namun menurut laporan rumah sakit ada sekitar 51 bayi yang lahir di rumah sebelum ambulan datang. Pada saat masuk ke rumah sakit diikuti dengan berbagai peraturan, seorang ibu yang akan bersalin tidak dianamnesa lagi tentang statusnya dan apa yang terjadi pada dirinya. Suami tidak diperkenankan untuk menemani isterinya sampai 7 hari setelah kelahiran bayi. Di beberapa daerah Baltic hal ini tidak dilakukan, di daerah ini justru beranggapan bahwa ibu harus di support selama persalinan oleh suami. Banyak dokter yang tidak yakin akan hal ini, namun sebagian lagi sudah mau mendiskusikannya dan perubahan pola asuhan kebidanan lainnya.
Kegiatan rtutin pada saat masuk rumah sait adalah dengan cara mengoleskan jari tangan dan kaki dengan iodine 2% dan juga putting susu dengan Gentian Violet. Hal ini dilakukan untuk pencegahan infeksi di unit tertentu, yang juga merupakan salah satu enema dilakukan karena keharusan. Ruang bersalinnya juga sangat tidak ranmah dan dingin, menghadap koridor sehingga dapat dilihat oleh orang yang berlalulalang, toiletnya terbuka dan sangat tidak provacy.
Persalinan dilakukan di meja persalinan dengan sikap litotomi. Nampaknya tidak ada upaya untuk memberikan penjelasan kepada ibu mengenai apa yang sedang terjadi. Bayi diberikan tetesan Prophylatic Albusid pada matanya sebelum diamati secara singkat dan berlangsung di bungkus, kemudaian dibawa ke ruangan khusus yang jauh dari ibunya. Sementara itu ibu diberi kompres es diperutnya untuk mencegah perdarahan postpartum dan menunggu di koridor selama 2 jam sebelkum dipindahkan ke ruangan postpartum.
Bidan adalah asisten pertama dokter dan bertanggung jawab untuk melakukan observasi rutin. Bidan lebih banyak bekerja pada rumah sakit yang menitikberatkan pada asuhan dan persalinan normal. Persalinan di


2.3.10 Jepang
Pendidikan kebidanan di Jepang diawali dengan terbentuknya sekolah bidan pada tahun 1912. Dan baru mendapatkan lisensi pada tahun 1974. Kemudian pada tahun 1899 lisensi dan peraturan-peraturan untuk seleksi baru terbentuk. Pelayanan kebidanan setelah Perang Dunia II, lebih banyak terkontaminasi oleh medikalisasi. Dan pelayanan kepada masyarakat masih bersifat hospitalisasi. Bidan berasal dari perawat jurusan kebidanan dan perawat kesehatan masyarakat dan bidan hanya berperan sebagai asisten dokter. Pertolongan persalinan lebih banyak dilakukan oleh dokter dan perawat.
Pada tahun 1987, pendidikan bidan mulai berkembang dan berada di bawah pengawasan obstetrician. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan bidan terdiri dari, ilmu fisika, biologi, ilmu sosial dan psikologi. Ternyata hasil yang diharapkan dari pendidikan bidan tidak sesuai dengan kjeinginan. Bidan-bidan tersebut banyak yang bersifat tidak ramah dan tidak banyak menoilong dalam pelayanan kebidanan. Mereka mulai memasang strategi untuk pemecahan masalah ini dan didorong pula oleh rasa iri, melihat kondisi kebidanan di United Kingdom yang sudah sangat maju dan berkembang. Kemudian mereka mulai mengadakan peningkatan pelayanan dan pendidikan kebidanan serta mulai berusaa merubah situasi yang ada.
Yang mengikuti pendidikan bidan, yaitu para perawat, dan minimal usia saat masuk minimal 20 tahun. Dan pendidikan dilaksanakan selama 3 tahun. Tingkat Degree di Universitas terdiri dari 8-16 kredit yaitu 15 jam teori, 30 jam lab. Dan 45 jam [praktek. Pendidikan kebidanan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan obstetri dan neonatal, serta meningkatkan kebutuhan masyarakat karena masih tingginya angka aborsi di Jepang.
Masalah-masalah yang masih terdapat di Jepang antara lain, masih kurangnya tenaga bidan, dan kualitas bidan yang masih belum memuaskan.

2.3.11 Jerman
Ante Natal Care (ANC) dan pertolongan persalinan di negara ini masih diklakuakan oleh ginekologi dan bersifat hospitalisasi. Dengan demikian, perawatan yang berkelanjutan continuity of care) dari pelayanan yang diberikan hampir tidak ada.
Kegiatan ANC yang dilakukan oleh ginekolog berupa USG dan periksa dalam, sementara dalam hal palpasi dan pendidikian kesehatan dokter ginekolog masih tidak kompeten. Dan persalinan yang dilaakukan oleh ginekolog di klinik untuk operasi harus dihadiri oleh bidan. Bidan hanya bekerja sebagai perawat obstetri dan obstetrician yang melakukan segalanya. Karena hal tersebutlah, bidan-bidan di negara tersebut mulai melihat perkembangan di negara-negara Eropa, kemudian terbentuklah program Direct Entry di negara tersebut.

PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN MENGGUNAKAN SIKLUS PDCA
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MENGGUNAKAN SIKLUS PDCA

1. Penilaian Mutu
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
Kompetensi Teknis (Technical competence)
Akses terhadap pelayanan (Access to service)
Efektivitas (Effectiveness)
Efisiensi (Efficiency)
Kontinuitas (Continuity)
Keamanan (Safety)
Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
Kenyamanan (Amenities
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
c. Bagi penyandang dana, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.

Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien
b. Pembatasan pada upayan yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.

Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddun (2007) dalam pelakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
Struktur = input
Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
o Jumlah, besarnya input
o Mutu struktur atau mutu input
o Besarnya anggaran atau biaya
o Kewajaran
b. Proses
Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
o Relevan tidaknya proses itu bagi klien
o Fleksibilitas dan efektifitas
o Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
o Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
1. Outcomes
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
2. Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatan bahasa Inggris dari ‘Plan, Do, Check, Act‘ (‘Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti’), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehaingga mutu pelayanan kesehatan.
PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,pengawan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Secara sederhana siklus PDCA dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan ( Plan )
Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu sehingga dapat dipakaisebagai pedoman dalam melaksanaan cara penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan. Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
a. Judul rencana kerja (topic),
b. Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang dihadapi (problem statement),
c. Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan target yang ingin dicapai (goal, objective, and target),
d. Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
e. Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and personnels)
f. Biaya yang diperlukan (budget),
g. Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).

2. Pelaksanaan ( Do )
Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan keterlibatan staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu diselenggarakan orientasi, sehingga staf pelaksana tersebut dapat memahami dengan lengkap rencana yang akan dilaksanakan.
Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota dan pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik, diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :
a. Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan pengertian staf terhadap cara pentelesaian mutu yang akan dilaksanakan
b. Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf bersedia menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang telah direncanakan
c. Keterampilan kepemimpinan (leadershif) untuk mengkordinasikan kegiatan cara penyelesaian masalah mutu yang dilaksanakan
d. Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan.
3. Pemeriksaan ( Check )
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :
a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalahnya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagaian mana yang belum berjalan dengan baik
c. Apakah sumberdaya yang dibutuhkan masih cukup tersedia
d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan memerlukan perbaikan atau

Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni
a. Lembaran pemeriksaan (check list)
Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah pembuatan lembar pemeriksan adalah:
• Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati
• Tetapkan jangka waktu pengamatan
• Lakukan perhitungan penyimpangan
b. Peta kontrol (control diagram)
Peta kontrol adalahsuatu peta / grafik yang mengambarkan besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta kontrok dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :
• Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum
• Tentukan prosentase penyimpangan
• Buat grafik penyimpangan
• Nilai grafik

4. Perbaikan (Action)
Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.

REFERENSI
1. Saifuddin (2003), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, YBPSP, Jakarta
2. Amiruddin (2007), Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan,
http://ridwanamiruddin.files.wordpress.com/2007/06/mutu-ugd-rs-swasta-bapelkes-210607.ppt
3.    Soejono Tjitro (2000)  Total Quality Management, Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/

http://askep-askeb.cz.cc/

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada Oktober 15, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: client satisfaction, mutu, technical competence
Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action)
15OKT
MELAKSANAKAN CARA

PENYELESAIAN MASALAH MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Program menjaga mutu
Menetapkan masalah mutu
Menetapkan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan
Menetapkan cara penyelesaian masalah
Melaksanakan cara penyelesaian masalah
Menilai hasil seta menyusun saran tindak lanjut

Pelaksanaan kegiatan dalam menyelesaian masalah

Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action)
Rencanakan
    Perbaiki                  laksanakan
Nilai
PDCA?
Rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyususnan rencanan kerja, pelaksanaan kerja,pemeriksanaan pelaksanaan kerja serta perbaikan yang dilakukan terus menerus danberkesinambungan untuk melaksanankan mutu
A.PERENCANAAN (PLAN)
1.Perencanaan adalah kemampuan memilih satu kemungkinan dari pelbagaikemungkinan yang tersedia dan dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan(Billy E Goetz)
2.Pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akandilaksanakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan demi masa depan yanglebih baik (Le Breton)
3.Adalah proses penganalisisan dan pemahaman sistem, merumuskan tujuan umum dantujuan khusus, memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki…(Levey danLoomba)
Peranan Perencanaan
1.Pedoman melaksanakan cara penyelesaian masalah sehingga dapat dihindaraiterjadinya kesalahan
2.Untuk memperoleh dukungan dari Institusi kesehatan
Unsur-unsur dalam perencanaan
1.Judul rencana. Contoh : Upaya menurunkan angka komplikasi infeksi panggul pascainserci IUD melalui pelatihan  tindakan a/antisepsis
2.Rumusan Peryataan dan Uraian Masalah. Contoh : 50% akseptor IUD yang dilayani diklinik KB PKMI Jakarta pada bulan Januari 1993 mengalami komplikasi infeksipanggul pasca inserci
Lanjutan
3. Rumusan tujuan. Contoh : Menurunkan angka komplikasi infeksi panggul pasca inserciIUD di Klinik KB PKMI Jakarta dari 50% pada bulan Januari 1993 menjadi 10% padabulan Desember 1993
4. Uraian Kegiatan. Contoh:
Melapor kepada Pimpinan RS tentang masalah, penyebab dan cara penyelesaianmasalah
Menyusun rencana kerja selengkapnya
Melaksanakan pelatihan tindakan a/ antisepsis tenaga medis
Melaksanakan pelayanan IUD dengan pengetahuan dan ketrampilan tindakan antisepsis yang telah dilatihkan
Memantau pelayanan IUD, khususnya tindakan a/antisepsis yang dialkukan, sertamemperbaikinya jika ada penyimpangan
Menilai hasil yang dicapai
Lanjutan unsur-unsur perencanaan
5.Waktu
6.Pelaksanaan
7.Biaya
8.Metoda dan Kriteria Keberhasilan Penilaian
(Lihat halaman 155)
B.  PELAKSANAAN (DO)
Lakukan semua kegiatan yang telah direncanakan secara berurutan
Peliharalah kerjasama dan kekompakan Tim
Jangan segan-segan turun tangan memberikan contoh
C.  PEMERIKSAAN (CHECK)
Memeriksa sacara berkala pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan (check).
Tujuan untuk mengetahui apakah semua kegiatan yang telah direncanakan dapatdilaksanakan dengan baik.
Peranan Pemeriksaan
1.Untuk mengetahu sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalah telahsesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
2.Bagian mana dari program yang berjalan baik dan tidak
3.Apakah SDM yang dibutuhkan masih tersedia?
4.Apakah pelaksanaan program berjalan sesuai jadwal?
5.Apakah perlu penyempurnaan
Alat bantu untuk memeriksa pelaksanaan  rencana kerja
1.Lembaran Pemeriksaan (Check Sheet) adalah formulir untuk mencatat secara periodiksetiap penyimpangan yang terjadi.
2.Peta Control (Control Chart) adalah grafik yang menggambarkan besarnyapenyimpangan yang terjadi dalm satu kurun waktu
Lembaran Pemeriksaan

Nama Pengamat     :……………………
Periode Pengamatan :….. ……………

D.  PERBAIKAN (ACTION)
Melaksanakan perbaikan bila ditemukan penyimpangan
Perlu diadakan pertemuan rutin untuk mendapat Laporan rutin dari Tim pelaksana
Bila ditemukan penyimpangan, tim harus segera melakkan perbaikan
Contoh
Untuk menurunkan tingginya angka komlikasi infeksi panggul pasca IUD di klinik KB PKMI Jakarta, yang disebabkan karena pengetahuan dan ketrampilan petugas yangkurang terhadap prinsip serta tindakan a/antisepsis dilakukan pelatihan tentang prinsip-prinsip serta tindakana/antisepsis terhadap semua petugas klinik Kb yang bertanggungjawab melayani insersi IUD.  Setelah itu secara berkala dilaksanakan pemeriksaanterhadap teknik a/antisepsis yang dilakukan pada waktu mentelenggarakan pelayananinsersi IUD.  Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Minggu pertama
Penyimpangan :
Tindakan asepsis daerah perineum tidak benar = 10%
Tindakan asepsis liang senggama tidak benar = 20%
Tindakan asepsis portio utersi tidak benar = 8%
b.  Minggu ke dua
Penyimpangan :
Tindakan asepsis daerah perineum tidak benar = 8%
Tindakan asepsis liang senggama tidak benar = 15%
Tindakan asepsis portio utersi tidak benar = 4%
c. Minggu ketiga
Penyimpangan :
Tindakan asepsis daerah perineum tidak benar = 15%
Tindakan asepsis liang senggama tidak benar = 20%
Tindakan asepsis portio utersi tidak benar = 10%
Terjadi peningkatan penyimpangan
Perlu segera dilakukan perbaikan
E.  BUKU CATATAN PELAKSANAAN

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada Oktober 15, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: mutu pelayanan kesehatan, penyelesaian masalah, rangkaian
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN MENGGUNAKAN SIKLUS PDCA
15OKT
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MENGGUNAKAN SIKLUS PDCA
1. Penilaian Mutu
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
Kompetensi Teknis (Technical competence)
Akses terhadap pelayanan (Access to service)
Efektivitas (Effectiveness)
Efisiensi (Efficiency)
Kontinuitas (Continuity)
Keamanan (Safety)
Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
Kenyamanan (Amenities
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
c. Bagi penyandang dana, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien
b. Pembatasan pada upayan yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.
Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddun (2007) dalam pelakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
Struktur = input
Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
o Jumlah, besarnya input
o Mutu struktur atau mutu input
o Besarnya anggaran atau biaya
o Kewajaran
b. Proses
Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
o Relevan tidaknya proses itu bagi klien
o Fleksibilitas dan efektifitas
o Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
o Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
1. Outcomes
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
2. Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatan bahasa Inggris dari ‘Plan, Do, Check, Act‘ (‘Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti’), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehaingga mutu pelayanan kesehatan.
PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,pengawan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Secara sederhana siklus PDCA dapat digambarkan sebagai berikut :
Gb1. Siklus PDCA
Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Perencanaan ( Plan )
Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu sehingga dapat dipakaisebagai pedoman dalam melaksanaan cara penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan. Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
a. Judul rencana kerja (topic),
b. Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang dihadapi (problem statement),
c. Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan target yang ingin dicapai (goal, objective, and target),
d. Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
e. Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and personnels)
f. Biaya yang diperlukan (budget),
g. Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).
2. Pelaksanaan ( Do )
Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan keterlibatan staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu diselenggarakan orientasi, sehingga staf pelaksana tersebut dapat memahami dengan lengkap rencana yang akan dilaksanakan.
Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota dan pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik, diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :
a. Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan pengertian staf terhadap cara pentelesaian mutu yang akan dilaksanakan
b. Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf bersedia menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang telah direncanakan
c. Keterampilan kepemimpinan (leadershif) untuk mengkordinasikan kegiatan cara penyelesaian masalah mutu yang dilaksanakan
d. Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan.
3. Pemeriksaan ( Check )
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :
a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalahnya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagaian mana yang belum berjalan dengan baik
c. Apakah sumberdaya yang dibutuhkan masih cukup tersedia
d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan memerlukan perbaikan atau
Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni
a. Lembaran pemeriksaan (check list)
Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah pembuatan lembar pemeriksan adalah:
• Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati
• Tetapkan jangka waktu pengamatan
• Lakukan perhitungan penyimpangan
b. Peta kontrol (control diagram)
Peta kontrol adalahsuatu peta / grafik yang mengambarkan besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta kontrok dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :
• Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum
• Tentukan prosentase penyimpangan
• Buat grafik penyimpangan
• Nilai grafik
4. Perbaikan (Action)
Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
REFERENSI
1. Saifuddin (2003), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, YBPSP, Jakarta
2. Amiruddin (2007), Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan,
http://ridwanamiruddin.files.wordpress.com/2007/06/mutu-ugd-rs-swasta-bapelkes-210607.ppt
3.    Soejono Tjitro (2000)  Total Quality Management, Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
http://askep-askeb.cz.cc/

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada Oktober 15, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: client satisfaction, intervensi, mutu, nutu, pembiayaan, technical competence
MUTU PELAYANAN & STANDART PELAYANAN NIFAS
15OKT
MUTU PELAYAYANAN KEBIDANAN STANDART PELAYANAN NIFAS
KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Allah Swt. Atas rahmat dan hidayah Nya sehingga makalah dapat disusun Ucapan terima kasih penulis haturkan yang sebesar- besarnya atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan asuhan kebidan tersebut yaitu :
1. Yulianto S.kep Ners M.MKes selaku ketua Stikes
2. Indra yulianti SST. Selaku Kaprodi DIII Kebidanan Stikes
3. Kurnia indriyanti.SST selaku pembimbing akademik Prodi DIII kebidanan stikes
4. Teman – teman yang mendukung tersusunnya makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan laporan selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca untuk dijadikan masukan dan pengetahuan pembaca
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran kemauan,dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang,menyangkut fisik,mental,maupun sosial budaya dan ekonomi.untuk mencapai derajat yang optimal dilakukan berbagai upaya kesehatan yang menyeluruh,terarah berkesinambungan.masalah reproduksi di indonesia mempunyai dua dimensi.pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat berbagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik.kedua: ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker.
Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menurut kita semua untuk menyiapkan manusia indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana,terpadu dan berkesinambungan.upaya tersebut haruslah konsisten sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan,masa bayi dan balita,masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna,berfokus pada aspek pencegahan,promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa melayani siapa saja yang membutuhkannya,kapan dan dimanapun dia berada.untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu,keluarga dan masyarakat baik dari aspek input,proses dan output.begitu pula dengan standar pelayanan nifas sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan harus mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan berkesinambungan guna mencegah komplikasi-komplikasi yang terjadi pada masa njfas baik itu dari ibu atau dari bayinya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut”apa saja yang termasuk kedalam standar pelayanan nifas”
C. Tujuan
a) Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b) Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi bidan.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan khususnya yang terkait dengan pelayanan pada masa nifas.
2. Manfaat Praktisi
Dapat memberikan acuan/landasan yang berarti dalam memberikan pelayanan bagi ibu nifas secara komprehensif untuk meningkatkan kesejahteraan akan dirinya maupun bayinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 STANDART PELAYANAN KEBIDANAN DASAR
 PENGERTIAN?
- Standart adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi & sempurna yg dipergunakan sbg batas penerimaan.
- Standart adalah rumusan ttg penampilan atau nilai diinginkan yg mampu dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
- Standart adalah spesifikasi & fungsi atau tujuan yg hrs dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa pelayanan kesehatan dapat memperoleh keuntungan yg maksimal dr yan kesehatan yang diselenggarakan
 MANFAAT PENERAPAN STANDART PELAYANAN KEBIDANAN?
- Standar pelayanan berguna daalm penerapan norma & tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yg diinginkan
- Standar yan dpt dibandingx dengan pelayanan yg diperoleh jadi masy akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksanaan pelayanan
 SYARAT STANDART?
a. Dapat diobservasi dan diukur
b. Realistik
c. Mudah dilakukan dan dibutuhkan
 FORMAT STANDART PELAYANAN KEBIDANAN?
- Tujuan : merupakan tujuan standart
- Pernyataan standar : berisi pernyataan tentang pelayanan bidan yang dilakukan,dengan tingkat kompetensi yg diharapkan
- Hasil : hasil yang ingin dicapai oleh pelayanan, dinyatakan dalam bntuk yang dapat diukur
- Prasyarat : hal-hal yg diperlukan,agar pelayanan dapat menerapkan standar pelayanan
- Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diukur untuk penerapan standar.
 PENGENALAN STANDART PELAYANAN KEBIDANAN?
Standart pelayanan kebidanan digunakan untuk menentukan kompetensi yg diperlukan bidan dlm menjalankan praktik sehari-hari. Standart pelayanan kebidanan jg dpt digunakan untuk :
a. Menilai mutu pelayanan
b. Menyususn rencana diklat bidan
c. Pengembangan kurikulum pendidikan bidan
2.2 STANDAR PERSYARATAN MINIMAL
1. STANDART MASUKAN
a Jenis tenaga
- Generalis (pelaksana)
- Spesialistik (pengelola)
- Konsultan
b Fasilitas
Fasilitas yg mendukung terlaksananya pelayanan kebidanan sesuai standart, yaitu:
- Peralatan
- Tempat
c Kebijakan
- Pratap
- Petunjuk pelaksanaan
2. STANDAR LINGKUNGAN
a. Kebersihan
b. Proses kerja
c. Tata letak
d. Kedisiplinan
e. Keramahan
3. STANDAR PROSES
a. Proses asuhan (S.O.A.P)
b. Standart praktik profesional
c. Kode etik
2.3 STANDAR MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yaitu :
A. Standar Pelayanan Umum
 Standar 1 : Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat?
- Penyuluhan tentang Kehamilan, kesehatan umum, Gizi, KB
 Standar 2 : Pencatatan dan pelaporan?
- Bidan dengan mengikutsertakan kader dalam melakukan kunjungan atau pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, dan BBL kemudian dicatat dalam Register
B. Standar Pelayanan Antenatal
 Standar 3 : Identifikasi ibu hamil?
- Bidan melakukan kunjungan rumah dan memberikan motivasi pada ibu dan suami agar mendorong ibu memeriksakan kehamilannya
 Standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan Antenatal?
- Pemerikasaan kehamilan dilakukan minimal 4x selama kehamilan. Bila ditemukan kelainan, segera dirujuk
 Standar 5 : Palpasi abdominal?
- Tujuan pemeriksaan, cara melakukan Palpasi
 Standar 6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan?
- Bidan melakukan pencegahan, penemuan, penanganan dan rujukan pada kasus anemia
 Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan?
- Mengenal tanda dan gejala Pre Eklamsi
 Standar 8 : Persiapan persalinan?
- Bidan melakukan kunjungan rumah, identifikasi tentang penolong, biaya, pengambil keputusan
C. Standar Pertolongan Persalinan
 Standar 9 : Asuhan persalinan kala I?
- Memastikan bahwa ada tanda-tanda persalinan, memberikan asuhan dan pemantuan
 Standar 10 : Persalinan kala II yg aman?
- Melakukan pertolonagn persalinan yang aman dan bersih
 Standar 11 : Penatalaksananaan aktif persalinan kala III?
- Melakukan penegangan tali pusat untuk membantu melahirkan plasenta dan selaput ketuban secara lengkap
 Standar 12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi?
- Mengenali dengan tepat tanda gawat janin pada kala II lama, dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar persalinan
D. Standar Pelayanan Nifas
 Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir?
- Bidan memeriksa dan menilai BBL untuk memastikan pernafasan dan mencegah terjadinya Hipotermi
 Standar 14 : Penanganan pada 2 jam setelah persalinan?
- Melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi akan terjadinya komplikasi pada 2 jam pertama
 Standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas?
- Melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan. Mencakup : Talipusat, Komplikasi yang terjadi pada masa nifas. Gizi, kebersihan
E. Standar Penanganan Kegawatan Obstetric dan Neonatal
 Standar 16 : Penanganan perdarahan dalam kehamilan pada trimester III?
- Mengenali tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan dan melakukan rujukan
 Standar 17 : Penanganan kegawatan pada eklamsi?
- Mengenali secara tepat tanda dan gejala Eklamsi yang mengancam dan merujuk atau memberikan pertolongan pertama
 Standar 18 : Penangannan kegawatan pada partus lama/macet?
- Mengenali tanda dan gejala partus lama serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu
 Standar 19 : Persaliana dgn penggunaan vacum ekstraktor?
- Bidan mengenali kapan diperlukan Ekstraksi Vakum, melakukan secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan
 Standar 20 : Penangan retensio plasenta?
- Mengenali Retensio Plasenta, memberikan pertolongan pertama (Plasenta Manual dan penanganan perdarahan)
 Standar 21 : Penanganan perdarahan post partum primer?
- Mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (HPP) dan segera memberikan pertolongan pertama
 Standar 22 : Penanganan perdrahan post partum sekunder?
- Mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala HPP sekunder , melakukan pertolongan pertama atau merujuk
 Standar 23 : Penanganan sepsis puerperalis?
- Mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, melakukan pertolonga pertama dan merujuknya
 Standar 24 : Penangan asfiksia neonatorum?
- Mampu mengenali dengan tepat BBL dengan asfiksi, serta melakukan resusitasi secepatnya
2.4 STANDART PELAYANAN NIFAS
 Standart 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir?
Tujuan :
Menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta mencegah hipotermi , hipoglikimia, dan infeksi.
Prasyarat :
1. Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil untuk mendampingi persalinan dan memberikan perawatan bayi baru lahir dengan segera.
2. Bidan sudah terlatih dan terampil untuk :
2.1. Memeriksa dan menilai bayi baru lahir dengan menggunakan skor Apgar.
2.2. Menolong bayi untuk memualai terjadinya pernafasan dan melakukan resusitasi bayi baru lahir
2.3. Mengenal tanda – tanda hipotermi dan dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan menangani hipotermi.
2.4. Pencegahan infeksi pada bayi baru lahir.
2.5. Mengenali tanda – tanda hipoglikemia dan melakukan penatalaksanaan yang tepat jika hipoglikeia terjadi.
3. Tersedianya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru lahir , seperti air bersih, sabun , handuk yang bersih, 2 handuk atau kain hangat yang bersih ( satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menylimuti bayi), gunting steril/ DTT untuk memotong tali pusat, 2 klem steril / DTT, benang steril/DTT ( atau klem ) untuk mengikat tali pusat, sarung tangan bersih/DTT, termometer bersih/DTT, bola karet penghisap atau penghisap DeLee yang di DTT, timbangan bayi dan pita pengukur yang bersih.
4. Obat salep mata: tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5%
5. Kartu Ibu, Kartu Bayi dan buku KIA
6. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.
Proses :
Bidan harus :
1. Selalu muncul tangannya dan menggunakan sarung tangan bersih/DTT sebelum menangani baiyi baru lahir.
2. Memastikan bahwa suhu ruangan hangat ( ruangan harus hangat untuk mencegah hiportermia pada bayi baru lahir ).
3. Segera setelah lahir, nilai keadaan bayi , letakkan diperut ibu, dan segera keringkan bayi
Dengan handuk bersih yang hangat setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk bagian kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat. ( riset menunjukkkan bahwa 90% bayi baru lahir mengalami perubahan dari kehidupan intrauteriin menjadi ekstrauterine dengan penhgeringan dan stimulasi. Penghisapan lendir rutin tidak perlu dan mungkin membahayakan ).
4. Segera menilai bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas/ menangis sebelum menit pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis atau tidak bernafas spontan, hisap mulut dan hidung bayi secara hati – hati menggunakan bola karet penghisap atau penghisap DeLee yang di DTT.
5. Jika bayi mengalami kesulitan memulai pernafasan walaupun sudah dilakukan pengeringan, stimulasi atau penghisapan lendir dengan hati – hati, mulai lakukan resusitasi bayi baru lahir untuk menangani asfiksia ( lihat standart 24 ).
6. Jika bayi menangis atau bernafas, lakukan pemeriksaan nilai AFGAR pada menit pertama setelah lahir.
7. Minta ibu memegang bayinya. Tali pusatnya di klem di dua tempat menggunakan klem steril/DTT, lalu potong diantara kedua klem dengan gunting tajam steril/DTT. ( ikuti langkah penataksanaan aktif persalinan kala tiga, standar 11).
8. Pasang benang /klem tali pusat
9. Bayi harus tetap diselimuti dengan baik, anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan segera mulai menyusui. ( Riset menunjukkan pemberian ASI dini penting untuk keberhasilan awal pemberian ASI. Kontak kulit ibu dan bayi juga merupakan cara yang baik untuk menjaga pengaturan suhu tubuh bayi pada saat lahir. Pastikan, jika bayi tidak didekap oleh ibunya, selimuti bayi dengan handuk yang bersih dan hangat. Tutupi kepala bayi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas).
10. Sesudah 5 menit lakukan penilaian terhadap keadaan bayi secara umum dengan menggunakan skor APGAR.
Skor apgar 0 1 2
Warna Biru/Pucat Tubuh merah jambu, ekstremitas kebiruan Seluruh tubuh merah jambu
DJJ Tidak Ada <  100 kali/ menit Refleks Tidak Ada Menyeringai Bersin,batuk/menarik kaki Aktivitas Tidak Ada/ Lemas Ekstremitasy sedikit fleksi Gerak aktif Pernafasan Tidak Ada Pernafasan lemah dan tidak teratur/menangis lemah Menangis kuat, pernafasan kuat dan teratur 11. Jika kondisi bayi stabil, lakukan pemeriksaan bayi setelah plasenta lahir dan kondisi ibu stabil. 12. Periksa tanda vital bayi. Ukur suhunya dengan menggunakan termometer yang diletakkan diketiak ( jangan masukkan termometer keanus bayi, hal ini merupakan prosedur yang tidak perlu dan dapat membahayakan bayi). Bila suhu bayi kurang dari 36OC atau jika tubuh atau kaki bayi teraba dingin, maka segera lakukkan penghangatan tubuh bayi seperti pada kotak yang berjudul “ Prosedur Hipotermi”. Amati suhu tubuh bayi setiap jam sampai suhunya normal dan stabil. 13. Periksa bayi dari kepala sampai ujung kaki untuk mencari kemungkinan adanya kelainan. Periksa anus dan daerah kemaluan. Lakukan pemeriksaan ini dengan cepat agar bayi tidak kedinginan, ibu hendaknya hendaknya menyaksikan pemeriksaan tersebut. 14. Timbang bayi dan ukur panjangnya. Lakukan dengan cepat agar bayi tidak mengalami hipotermi. 15. Tetap selimuti bayi pada saat ditimbang, meletakkan bayi pada timbangan yang dingin akan menyebabkan kehilangan panas. Berat yang tercatat kemudian dapat disesuaikan dengan mengurangi jumlah berat handuk/kain tersebut. 16. Setelah memeriksa dan mengukur bayi, selimuti dengan baik, pastikan bahwa kepala bayi tertutup dan berikan bayi kembali untuk dipeluk ibu. Hal ini merupakan cara yang sangat baik untuk mencegah hipotermi. 17. Cuci tangan lagi dengan sabun, air dan handuk yang bersih. Dalam waktu satu jam setelah kelahiran, berikan salep/obat tetes mata pada mata bayi baru lahir, untuk mencegah oftalia neonatorum: salep mata tetrasiklin 1%, larutan Perak Nitrat 1% dan Eritromisin 0.5%. biarkan obatnya tetap dimata bayi,jangan dibersihkan salep/obat tetes mata yang berada disekitar mata. 18. Jika bayi belum diberi ASI, bantu ibu untuk mulai menyusui. Riset menunjukan bahwa memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran adalah penting untuk keberhasilan awal pemberian ASI. Kolustrum, ASI pertama, penting karena mengandung zat kekebalan untuk pencegahan infeksi dan penyakit pada bayi baru lahir. Pemberian ASI dini akan mencegah/ menangani hipoglikemia pada bayi baru lahir. 19. Hindari pemberian susu formula pada bayi baru lahir, hal ini tidak perlu dan mungkin membahayakan. 20. Tunggu 6 jam, atau lebih, setelah kelahiran bayi sebelum memandikannya , tunggu lebih lama jika bayi mengalami kesulitan mempertahankan suhu tubuh bayi sebelum memandikannya, suhu tubuh bayi baru lahir harus antara 36-37OC. Gunakan air hangat untuk memandikan bayi dan pastikan ruangan hangat. Mandikan bayi dengan cepat dan segera keringkan bayi dengan handuk besih, hangat dan kering untuk mencegah kehilangan panas tubuh yang berlebihan. 21. Kenakan baju yang bersih dan selimuti bayi dengan handuh/kain yang hangat dan bersih. 22. Periksa apakah bayi baru lahir mengeluarkan urine dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupannya, catat waktu pengeluaran urine dan mekonium. Mintalah ibu memperhatikannya bila persalinan berlangsung dirumah. Bila dalam 24 jam bayi tidak mengeluarkan urine dan mekonium, segera rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit. 23. Lakukan pencatatan semua temuan dan perawatan yang diberikan dengan cermat dan lengkap dalam partograf, kartu ibu dan kartu bayi. 24. Rujuk segera ke puskesmas atau rumah sakit yang tepat jika ditemukan kelainan dari normal. INGAT !!! • Jaga agar bayi tetap hangat • Jika bayi tidak bernafas atau menangis spontan setelah pengeringan dan stimulasi, bersihkan jalan nafas bayi dengan hati – hati mengunakan penghisap DeLee atau bola karet penghisap yang sudah di DTT, jika bayi tetap tidak dapat bernafas dengan teratur atau menangis, mulai langkah resusitasi bayi baru lahir ( standart 24 ). • Berikan ASI secepatnya, dalam waktu satu jam pertama setelah lahir. • Berikan salep/obat tetes mata pada kedua mata bayi untuk mencegah oftalmia neonatorum dalam waktu satu jam setelah kelahiran. • Rujuk segera bila dalam 24 jam pertama bayi tidak mengeluarkan urine dan meko?100 kali/menit  Standart 14 : Penanganan Pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan Tujuan : Mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama persalinan kala empat untuk memulihkan kesehatan ibu dan bayi. Meningkatan asuhan sayang ibu dan sayang bayi. Memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah persalinan dan mendukung terjadinya ikatan batin antara ibu dan bayinya. Prasyarat : 1. Ibu dan bayi dijaga oleh bidan terlatih selama dua jam sesudah persalinan dari jika mungkin bayi tetap bersama ibu. 2. Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan untuk ibu dan bayi segera setelah persalinan, termasuk keterampilan pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat. 3. Ibu didukung / dianjurkan untuk menyusui dengan ASI dan memberikan kolustrum. 4. Tersedia alat perlengkapan, misalnya untuk membersihkan tangan yaitu air bersih, sabun dan handuk bersih, handuk / kain bersih untuk menyelimuti bayi, pembalut wanita yang bersih, pakaian kering dan bersih untuk ibu, sarung atau kain kering dan bersih untuk alas ibu, kain / selimut yang kering untuk menyelimuti ibu, sarung tangan DTT, tensimeter air raksa, stetoskop dan termometer. 5. Tersedianya obat – obatan oksitosika, obat lain yang diperlukan dan tempat penyimpangan yang memadai. 6. Adanya sarana pencatatan: partograf, Kartu Ibu, Kartu Bayi, Buku KIA 7. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri dan keggawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif. Proses : Bidan harus : 1. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan pada ibu dan bayi baru lahiir. Menggunakan sarung tangan bersih pada saat melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh. 2. Mendiskusikan semua pelayanan yang diberikan untuk ibu dan bayi dengan ibu, suami dan keluarganya. 3. Segera setelah lahir , nilai keaddaan bayi , letakkan diperut ibu , dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang hangat. Setelah bayi kring, selimuti bayi dengan handuk baru yang bersih dan hangat. Bila bayi bernafas / menangis tanpa kesulitan , dukung ibu untuk memeluk bayinya ( lihat standart 13 ). Jika bayi mengalami kesulitan bernafas ( lihat standart 24 ) 4. Sangat penting untuk menilai keadaan ibu beberapa kali selama 2 jam pertama setelah persalinan . berada bersama ibu dan melakukan setiap pemeriksaan ini, jagan pernah meninggalkan iibu sendirian sampai paling sedikit 2 jam setelah persalinan dan kondisi ibu stabil. Lakukan penatalaksanaan yang tepat persiapkan rujukan jika diperlukan. a. Melakukan penilaian dan masase fundus uteri setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah persalinan , kemudian setiap 30 menit selama satu jam kedua persalinan. Pada saat melakukan masase uterus, perhatikan berapa banyyak darah yang keluar dari vagina. Jika fundus tidak terraba keras, terus lakukan masase pada daerah fundus agar berkontraksi . periksa jumlah perdarahan yang keluar dari vagina. Periksa perinieum ibu apakah membengkak, hematoma, dan berdarah dari tempatnya perlukaan yang ssudah dijahit setiap kali memeriksa perdarahan funddus dan vagina. b. Jika terjadi perdarahan, segera lakukan tindakan sesuai dengan standart 21. Berbahaya jika terlambat bertindak. c. Perikasa tekanan darah dan nadi ibu setiap 15 menit selama 1 Jam pertama setelah persalian, dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua setelah persalinan ( jika tekanan darah ibu naik, lihat standart 17 ). d. Lakukan palpasi kandung kemih ibu 15 menit selama satu jam pertama setelah persalinan dan kemiudian setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persaliana. Bila kandung kemih penuh dan meregang mintalah ibu untuk b.a.k jangan memasang kateter kecuali ibu tidak bisa melakukanya sendiri. ( retensi urine dapat menyebabkan perdarahan uterus). Mintalah ibu untuk buang air kecil dalam 2 jam pertama sesudah melahirkan. e. Periksa suhu tubuh ibu beberapa saat setelah persalinan dan sekali lagi satu jam setelah persalinan. Jika suhu tubuh ibu?nium. Tindakan yang tidak dianjurkan dan akibat yang ditimbulkannya: TINDAKAN AKIBAT Menepuk bokong Trauma dan melukai menekan rongga dada Fraktur, pneumotoraks. Gawat nafas, kematian Menekan paha keperut bayi Ruptura hati / limpa, perdarahan Mendilatasi sfingterani Robek atau luka pada sfingter Kompres diingin / panas Hipotermi, luka baker Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka atau tubuh bayi hipotermi  > 38OC , minta ibu untuk minum 1 literr cairan , jika suhunya tetap > 38OC segera rujuk ibu kepusat rujukan terdekat ( jika mungkin muali beriikan IV RL dan berikan ibu 1 gr amokxilin dan ampisilin per oral )
5. Secepatnya bantu ibu agar dappat menyusui.( lihat standart 10 & 13). Atur posisi bayi agar dapat melekat dan menghisap dengan benar. ( semua ibu membutuhkan pertolongan untuk mengatur posisi bayi, baik untuk ibu yang baru pertama kali menyusui maupun ibu yang sudah pernah menyusui).
6. Penggunaan gurita atau stagen harus ditunda hingga 2 jjam setelah melahirkan. Kontraksi uterus dan jumlah perdarahan harus dinilai dan jika ibu mengenakan gurita atau stagen hal ini sulit untuk dilakukan.
7. Lihat standart 13 untuk “ peristiwa bayi baru lahir”.
8. Bila bayi tidak memperlihattkan tanda – tanda kehidupan setelah dilakukan resisutasi, maka beritahu orangtua bayi apa yang terjadi. Berikan penjelasan secara sederhana dan jujur. Biarkan mereka melihat atau memeluk bayii mereka. Beritahulah bihjaksana dan penuh perhatian , biarkan orang tua melakukan upacara untuk bayi yang meninggal sesuai dengan adat istiadat dan kepercayaan mereka. Setelah orag tua bayi mullai tenang , bantulah mereka dan perlakukan bayi dengan baik dan penuh pengertian terhadap kesedihan merreka.
9. Bantu ibu membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian. Ingattkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan tubuh dan menganti kain pembalut secara teratur, berikan penjelasan perubahan – perubahan yang terjadi paskah persalinan.
10. Catat semua temuan dan tindakan dengan legkap dan seksama pada artograf, kartu ibu, dan kartu bayi.
11. Sebelum meninggalkan ibu , bahaslah semua bahaya potensial dan tanda – ttandana dengan suami dan keluarga. Bahaya potensial dan ttandda – tandanya :
12. Pastikan bahwa ibu dan keluarganya mengetahui bagaimana dan kapan harus meeminta pertolongan.
13. Jangan meninggalkan ibu dan bayi sampai mereka dalam keadaan baik dan semua cataatan lengkap. Jika ada hal yang mengkhawatirkan pada ibu atau janin,lakukann rujukan puskesmas atau rumah sakit.
Ingat !!!
• Jaga bayi agar tubuhnya tetap hangat dan tetap berada bersama ibunya
• Semua bayi harus segera diberi ASI sesudah lahir dan tidak melewati satu jam setelah persalinan
• Kolostrum mengandung zat yang sangat diperlukan untuk melindungi bayi dari infeksi
• Periksa perdarahan, perineum, tanda-tanda vital, uterus, dan kandung kemih secara teratur
• Jika dilakukan episiotomi maka periksa luka episiotomi secara teratur
 Standart 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas?
Tujuan :
Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI eksklusif
Prasyarat :
1. Sistem yang berjalan dengan baik agar ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah, puskesmas atau rumah sakit.
2. Bidan telah dilatih dan terampil dalam :
- Perawatan nifas, termasuk pemeriksaan ibu dan bayi dengan cara yang benar
- Membantu ibu untuk memberikan ASI
- Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi pada masa nifas
- Penyuluhan dan pelayanan KB/penjarangan kelahiran
3. Bidan dapat memberikan pelayanan imunisasi atau bekerja sama erdengan juru imunisasi di puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat
4. Tersedia vaksin, alat suntik, tempat penyimpananvaksin dan tempat pembuangan benda tajam yang memadai
5. Tersedianya tablet besi dan asam folat
6. Tersedia alat/perlengkapan, misalnya untuk membersihkan tangan, yaitu sabun, air bersih, dan handuk bersih, sarung tangan bersih/DTT
7. Tersedia kartu pencatatan, kartu ibu, kartu bayi, kartu KIA
8. Sistem rujukan untuk perawatan komplikasi kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir berjalan dengan baik.
PROSES
Bidan harus :
1. Pada kunjungan rumah, sapalah ibu dan suami / keluarga nya denagn ramah
2. Tanyakan pada ibu dan suami/ keluarganya jika ada masalah atau kekhawatiran tentang ibu dan bayinya.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa ibu dan bayi.
4. Pakai sarung tangan DTT/ bersih bila melakukan kontak denagn darah atau cairan tubuh.
5. Periksa tanda – tanda vital ibu ( suhu tubuh, nadi dan tekanan darah ). Periksa payudara ibu, amati bial puting retak, dan tanda – tanda atau gejala – gejala saluran ASI yang tersumbat atau infeksi payudara. Periksa involusi uterus ( pengecilan uterus sekitar 2 cm / hari selama 8 hari pertama ). Periksa lockea, yang ada pada hari ketiga seharunya mulai berkurang dan berwarna coklat, dan pada hari ketiga seharunya mulai berkurang dan berwarna coklat, dan pada hari ke-8 – 10 menjadi sedikit dan berwarna merah muda. Jika ada kelainan segera rujuk. ( lihat daftar bahaya dan tanda – tandanya di akhir standar ini ) jika dicurigai sepsis puerpuralis gunakan ( standart 23 ). Untuk penanganan perdarahan pasca persalinan gunakan ( standart 22 ).
6. Tanyakan apakah ibu meminum tablet sesuai ketentuan ( sampai 42 hari setelah melahirkan), dan apakah perrsediaannya cukup.
7. Bila ibu menderita anemia semasa hamil atau mengalami perrdarahan berat selama proses persalinan periksakkan Hb pada hari ketiga. Nasehati ibu supaya makan makann yang bergizi dan berikan tablet tambah darah.
8. Beriakn penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya menjaga kebersihan diri, memakai pembalut bersih, makanan bergizi , istirahat cukup dan cara merawat bayi.
9. Cucilah tangan, lalu periksakan bayi. Periksalah tali pusat pada setiap kali kunjungan ( paling sedikit pada hari ke-tiga , minggu kedua, dan minggu ke-enam ). Tali pusat harus tetap kering. Ibu perlu diberitahu bahayanya membubuhkan sesuatu pada tali pusat bayi. Misalnya : minyak atau bahan lain. Jika ada kemerahan pada pusat, perdarahan atau tercium bau busuk, bayi segera dirujuk.
10. Perhatikan kondisi umum bayi, tanyakan kepada ibu pemberian ASI, misalnya bayi tidak mau menyusu, waktu jaga, cara bayi menangis, berapa kali buang air kecil, dan bentuk fesesnya.
11. Perhatikan warna kulit bayi, apakah ada ikterus atau tidak. Ikterus pada hari ketiga postpartum adalah ikterus fisiologis yang tidak memerlukan pengobatan. Namun, bila ikterus terjadi sesudah hari ketiga/kapan saja, dan bayi malas untuk menyusu dan tampak mengantuk, maka bayi harus segera dirujuk ke Rumah sakit.
12. Bicarakan pemebrian ASI dan bila mungkin perhatikan apakah bayi menyusu dengan baik ( amati apakah adda kesulitan atau masalah ).
13. Nasehati ibu tentang pentingnya pemberian ASI ekkslusif sedikit 4 sampai 6 bulan. Bicarakan bahaya pemberian unsur tambahan ( susu formula, air atau makanan lain ) sebelum bayi berumur 4 bulan
14. Bicarakan tentang KB dan kapan senggama dapat dimulai. Sebaiknya hal ini didiskusikan dengan kehadiran suaminya.
15. Catat dengan tepat semua yang ditemukan.
16. Jika ada hal – hal yang tidak normal, segeralah merujuk ibu dan / atau bayi kepuskesmas / rumah sakit.
17. Jika ibu atau bayi meninggal, penyebab kematian harus diketahui sesuai dengan standart kabupaten/propinsi/nasional.
HASIL PENELITIAN MEMBUKTIKAN
• Memberikan makanan lain selain kolustrum atau ASI membahayakan bayi.
• Ibu yang baru bersalin harus menggunakan pembalut yang bersih atau kain yang bersih yang telah dijemur. Menjemur kain di bawah sinar matahari dapat mengurangi bahaya.
• Menggunakkan minyak atau bahan – bahan lain untuk tali pusat bayi adalah berbahaya.
INGAT !!!!!
• Masa nifas merupakan kesempatan baik untuk memberikan penyuluhan KB / penjarangan kelahiran, tetapi hal ini harus disampaikan dengan hati – hati , ramah dan peka terhadap adat istiadat.
• Ibu dan bayi dalam masa nifas mudah terinfeksi , karena itu kebersihan diri, makanan bergizi dan istirahat cukup sangatlah penting.
• Kelainan yang memerlukan rujukan harus mendapat perhatian dengan cepat dan tepat
• Kesehatan generasi berikut dimulai dengan perawatan yang baik bagi anak perempuan sejak bayi.
• Kelemahan pada massa nifas merupakan gejala anemia.
BAHAYA DAN TANDA – TANDANYA PADA BAYINYA
• Kegagalan menyusu yang terjadi secara berkala
• Tidak buang air kecil beberapa kali sehari ( kurang dari 6 – 8 kali sehari )
• Bayi kuning
• Muntah atau diare
• Merah , bengkak atau keluarnya cairan dan tali pusat
• Demam > 37,5OC
BAHAYA DAN TANDA – TANDANYA PADA IBU
• Perdarahan berat pada vagina
• Perdarahan berwarna merah segar atau pengeluaran bekuan darah
• Lochea yang berbau busuk
• Nyeri pada perut atau pelvis
• Pusing atau lemas yang berlebihan
• Suhu tubuh ibu > 38OC
• Tekanan darah yang meningkat
• Ibu mengalami kesulitan atau nyeri pada saat b.a.k atau pada saat pergerakan usus
• Tanda – tanda mastitis: bagian yang kemerahan , bagian yang panas , gurat – gurat kemerahan pada penyebab
• Terdapat masalah mengenal makan dan tidur
Ingat !!!
• Jaga bayi agar tubuhnya tetap hangat dan tetap berada bersama ibunya
• Semua bayi harus segera diberi ASI sesudah lahir dan tidak melewati satu jam setelah persalinan
• Kolostrum mengandung zat yang sangat diperlukan untuk melindungi bayi dari infeksi
• Periksa perdarahan, perineum, tanda-tanda vital, uterus, dan kandung kemih secara teratur
• Jika dilakukan episiotomi maka periksa luka episiotomi secara teratur
 Standart 15 : Pelayanan Bagi Ibu Dan Bayi Pada Masa Nifas?
Tujuan :
Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI eksklusif
Prasyarat :
9. Sistem yang berjalan dengan baik agar ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah, puskesmas atau rumah sakit.
10. Bidan telah dilatih dan terampil dalam :
- Perawatan nifas, termasuk pemeriksaan ibu dan bayi dengan cara yang benar
- Membantu ibu untuk memberikan ASI
- Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi pada masa nifas
- Penyuluhan dan pelayanan KB/penjarangan kelahiran
11. Bidan dapat memberikan pelayanan imunisasi atau bekerja sama erdengan juru imunisasi di puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat
12. Tersedia vaksin, alat suntik, tempat penyimpananvaksin dan tempat pembuangan benda tajam yang memadai
13. Tersedianya tablet besi dan asam folat
14. Tersedia alat/perlengkapan, misalnya untuk membersihkan tangan, yaitu sabun, air bersih, dan handuk bersih, sarung tangan bersih/DTT
15. Tersedia kartu pencatatan, kartu ibu, kartu bayi, kartu KIA
16. Sistem rujukan untuk perawatan komplikasi kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir berjalan dengan baik.
Proses :
Bidan harus :
18. Pada kunjungan rumah, sapalah ibu dan suami / keluarga nya denagn ramah
19. Tanyakan pada ibu dan suami/ keluarganya jika ada masalah atau kekhawatiran tentang ibu dan bayinya.
20. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa ibu dan bayi.
21. Pakai sarung tangan DTT/ bersih bila melakukan kontak denagn darah atau cairan tubuh.
22. Periksa tanda – tanda vital ibu ( suhu tubuh, nadi dan tekanan darah ). Periksa payudara ibu, amati bial puting retak, dan tanda – tanda atau gejala – gejala saluran ASI yang tersumbat atau infeksi payudara. Periksa involusi uterus ( pengecilan uterus sekitar 2 cm / hari selama 8 hari pertama ). Periksa lockea, yang ada pada hari ketiga seharunya mulai berkurang dan berwarna coklat, dan pada hari ketiga seharunya mulai berkurang dan berwarna coklat, dan pada hari ke-8 – 10 menjadi sedikit dan berwarna merah muda. Jika ada kelainan segera rujuk. ( lihat daftar bahaya dan tanda – tandanya di akhir standar ini ) jika dicurigai sepsis puerpuralis gunakan ( standart 23 ). Untuk penanganan perdarahan pasca persalinan gunakan ( standart 22 ).
23. Tanyakan apakah ibu meminum tablet sesuai ketentuan ( sampai 42 hari setelah melahirkan), dan apakah perrsediaannya cukup.
24. Bila ibu menderita anemia semasa hamil atau mengalami perrdarahan berat selama proses persalinan periksakkan Hb pada hari ketiga. Nasehati ibu supaya makan makann yang bergizi dan berikan tablet tambah darah.
25. Beriakn penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya menjaga kebersihan diri, memakai pembalut bersih, makanan bergizi , istirahat cukup dan cara merawat bayi.
26. Cucilah tangan, lalu periksakan bayi. Periksalah tali pusat pada setiap kali kunjungan ( paling sedikit pada hari ke-tiga , minggu kedua, dan minggu ke-enam ). Tali pusat harus tetap kering. Ibu perlu diberitahu bahayanya membubuhkan sesuatu pada tali pusat bayi. Misalnya : minyak atau bahan lain. Jika ada kemerahan pada pusat, perdarahan atau tercium bau busuk, bayi segera dirujuk.
27. Perhatikan kondisi umum bayi, tanyakan kepada ibu pemberian ASI, misalnya bayi tidak mau menyusu, waktu jaga, cara bayi menangis, berapa kali buang air kecil, dan bentuk fesesnya.
28. Perhatikan warna kulit bayi, apakah ada ikterus atau tidak. Ikterus pada hari ketiga postpartum adalah ikterus fisiologis yang tidak memerlukan pengobatan. Namun, bila ikterus terjadi sesudah hari ketiga/kapan saja, dan bayi malas untuk menyusu dan tampak mengantuk, maka bayi harus segera dirujuk ke Rumah sakit.
29. Bicarakan pemebrian ASI dan bila mungkin perhatikan apakah bayi menyusu dengan baik ( amati apakah adda kesulitan atau masalah ).
30. Nasehati ibu tentang pentingnya pemberian ASI ekkslusif sedikit 4 sampai 6 bulan. Bicarakan bahaya pemberrian unsur tambahan ( susu formula, air atau makanan lain ) sebelum bayi berumur 4 bulan
31. Bicarakan tentang KB dan kapan senggama dapat dimulai. Sebaiknya hal ini didiskusikan dengan kehadiran suaminya.
32. Catat dengan tepat semua yang ditemukan.
33. Jika ada hal – hal yang tidak normal, segeralah merujuk ibu dan / atau bayi kepuskesmas / rumah sakit.
34. Jika ibu atau bayi meninggal, penyebab kematian harus diketahui sesuai dengan standart kabupaten/propinsi/nasional.
HASIL PENELITIAN MEMBUKTIKAN
• Memberikan makanan lain selain kolustrum atau ASI membahayakan bayi.
• Ibu yang baru bersalin harus menggunakan pembalut yang bersih atau kain yang bersih yang telah dijemur. Menjemur kain di bawah sinar matahari dapat mengurangi bahaya.
• Menggunakkan minyak atau bahan – bahan lain untuk tali pusat bayi adalah berbahaya.
INGAT !!!!!
• Masa nifas merupakan kesempatan baik untuk memberikan penyuluhan KB / penjarangan kelahiran, tetapi hal ini harus disampaikan dengan hati – hati , ramah dan peka terhadap adat istiadat.
• Ibu dan bayi dalam masa nifas mudah terinfeksi , karena itu kebersihan diri, makanan bergizi dan istirahat cukup sangatlah penting.
• Kelainan yang memerlukan rujukan harus mendapat perhatian dengan cepat dan tepat
• Kesehatan generasi berikut dimulai dengan perawatan yang baik bagi anak perempuan sejak bayi.
• Kelemahan pada massa nifas merupakan gejala anemia.
BAHAYA DAN TANDA – TANDANYA PADA BAYINYA
• Kegagalan menyusu yang terjadi secara berkala
• Tidak buang air kecil beberapa kali sehari ( kurang dari 6 – 8 kali sehari )
• Bayi kuning
• Muntah atau diare
• Merah , bengkak atau keluarnya cairan dan tali pusat
• Demam > 37,5OC
BAHAYA DAN TANDA – TANDANYA PADA IBU
• Perdarahan berat pada vagina
• Perdarahan berwarna merah segar atau pengeluaran bekuan darah
• Lochea yang berbau busuk
• Nyeri pada perut atau pelvis
• Pusing atau lemas yang berlebihan
• Suhu tubuh ibu > 38OC
• Tekanan darah yang meningkat
• Ibu mengalami kesulitan atau nyeri pada saat b.a.k atau pada saat pergerakan usus
• Tanda – tanda mastitis: bagian yang kemerahan , bagian yang panas , gurat – gurat kemerahan pada penyebab
• Terdapat masalah mengenal makan dan tidur
STANDART OUTCOME
( KEPUASAN )
1. Pengertian Kepuasan Pasien
1. Menurut Tjiptono (2006)
Berpendapat bahwa Kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat Kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja dibawah harapan maka pelanggan akan kecewa.
Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tertang pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh klien. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian diatas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan/klien merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhiharapan klien.
2. MenurutIrawan (2003)
kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan- harapannya.
3. Menurut Atmojo 2006
Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu Pollyanna. Kepuasan pelanggan yang rendah akin berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akin meningkat, begitu pula tuntutannya akin mutu Pollyanna yang diberikan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien
1. Menurut Kotler&Amstrong (dalam Huriyati,2005 &Rangkuti, 2006)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitufaktor budaya,faktor sosial,faktor pribadi dan faktor psikologi.
a.Faktor Kebudayaan
Faktor budaya memberi pangram yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya,sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas social adalah sebuah kelompok yang relatif homogeny mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu factormelainkan diukur sebagaikombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.
b.Faktor Sosial
Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.
c. Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual, artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia.
Pendidikan
Merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi.
Pekerjaan
Merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi. Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian.
d. Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo, 2003).
2. Menurut Kotler (2005 dalam Wijono 1999)
Menyebutkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor,antara lain pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien merupakan respon kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau pelayanan.
3. Kepuasan yang mengacu pada Penerapan Standar dan Kode Etik Profesi
Kepuasan pemakai jasa kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Menurut Azwar (2006) ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
Mengukur kepuasan px :
- strategi / cara dalam asuhan persalinan 3S
- produk yang diberikan (sama dengan terapi)
- kebutuhan Kala 1,2,3,episiotomi
- Evaluasi baik / tidaknya pelayanan yang diberikan
- Partograf & 58 langkah
2.3 STANDAR KEPUASAN PASIEN
1. Pengertian Kepuasan Pasien
Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Atmojo, 2006)
Menurut Irawan (2003), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya.
Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan kecewa
Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tertang pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh klien. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan/klien merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhi harapan klien.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien
Menurut Kotler & Amstrong (dalam Huriyati,2005 & Rangkuti, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi.
a. Faktor Kebudayaan
Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.
c. Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual, artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia.
Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi.
Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi. Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian.
d. Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo, 2003).
Menurut Kotler (2005 dalam Wijono 1999) menyebutkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien merupakan respon kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau pelayanan.
3. Kepuasan yang mengacu pada Penerapan Standar dan Kode Etik Profesi
Kepuasan pemakai jasa kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Menurut Azwar (2006) ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :
 Hubungan bidan dengan pasien?
Terbinanya hubungan bidan dengan pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban etik adalah amat diharapkan setiap pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal ingin diketahui oleh pasien.
 Kenyaman pelayanan?
Kenyamanan yang dimaksud disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting menyangkut sikap serta tindakan bidan ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan
 Kebebasan melakukan pilihan?
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu bila kebebasan memilih ini dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap penyelenggara pelayanan kesehatan.
 Pengetahuan dan kompetensi teknis?
Secara umum disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
 Efektifitas pelayanan?
Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
 Keamanan tindakan?
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang baik dan tidak boleh dilakukan.
4. Aspek-aspek kualitas pelayanan pengukuran kepuasan pasien
Menurut Zeithhml Parasuraman (1997, dalam Purwanto,2007), aspek- aspek kepuasan yang diukur adalah:
a) Kenyataan ; meliputi fasilitas fisik, peralatan dan penampilan petugas, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kesiapan dan kebersihan alat. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan seperti menilai gedung, peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila dilihat.
b) Kehandalan ; yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan segera, tepat waktu dan benar misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan pemeriksaan dan perawatan yang cepat dan tepat. Kehandalan juga merupakan kemampuan bidan dalam pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan
c) Ketanggapan ; yaitu kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan.
d) Jaminan ; yaitu kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan termasuk pengetahuan petugas kesehatan dalam memberikan tindakan pelayanan nifas. Aspek ini juga mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan.
e) Empati ; meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien.
5. KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004
Kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan aparatur penyelenggara pelayanan publik. Indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.
Sasaran pengukuran kepuasan masyarakat:
a Tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b Penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan sehingga pelayaan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna;
c Tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.
Ruang lingkup pedoman umum ini diterapkan terhadap seluruh unit pelayanan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai instrumen penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik di lingkungan instansi masing-masing. Manfaat dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
a) Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b) Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik;
c) Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan;
d) Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah;
e) Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan;
f) Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.
Unsur indeks kepuasan masyarakat berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan reliabel dalam KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya
3) Penjelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya);
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;
10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;
14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
2.4 PELAYANAN NIFAS
1) Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003). Pernyataan ini juga diperjelas oleh Abdul Bari (2000) yang menyatakan bahwa masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu.
Menurut Ibrahim (1998) masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6- 12 minggu. Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal.
(F.Gary cunningham,Mac Donald,1995)
2) Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas untuk :
 Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis?
 Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi;?
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari;?
 Memberikan pelayanan keluarga berencana;?
 Mendapatkan kesehatan emosi (Ambarwati, 2008).?
3) Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :
- memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas
- sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga;
- mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman;
- membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi;
- mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan;
- memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman
- melakukan menejemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
- memberikan asuhan kebidanan secara profesional (PP IBI, 2008)
4) Tahapan Masa Nifas
Saroha (2009) menyatakan bahwa masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
a. puerperium dini yaitu suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan
b. puerperium intermedial yaitu suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu
c. remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi
5) Program dan Kebijakan Teknis Pelayanan Nifas
 Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :?
a Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
b melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya
c mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
d menangani komplikasi atau konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman
e melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
f memberikan asuhan kebidanan secara professional masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya (PP IBI, 2008)
 Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan nifas, yaitu :?
- Kunjungan pertama : dilakukan 6-8 jam setelah persalinan dengan tujuan untuk mencegah perdarahan pada masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu dan keluarganya bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI, dan melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermia.
- Kunjungan kedua : 3 hari setelah persalinan dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah pusat, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau, menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat cukup istirahat, makan dan cairan; memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit, memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari; menganjurkan ibu untuk minum tablet darah sampai 40 hari setelah persalinan, memberi penjelasan tentang Keluarga Berencana (KB) dan pencegahan infeksi saluran reproduksi.
- Kunjungan ketiga : 2 minggu setelah persalinan dengan tujuan sama dengan kunjungan pada 6 hari setelah persalinan. Dan kunjungan keempat, 6 minggu (40 hari) setelah persalinan dengan tujuan menanyakan kepada ibu tentang penyulit yang dialami atau bayinya, memberikan konseling untuk ber-KB secara dini (Saroha,2009)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demi keselamatan ibu nifas bidan dalam memberi pelayanan harus sesuai dengan standar nifas yaitu
 Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir?
- Bidan memeriksa dan menilai BBL untuk memastikan pernafasan dan mencegah terjadinya Hipotermi
 Standar 14 : Penanganan pada 2 jam setelah persalinan?
- Melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi akan terjadinya komplikasi pada 2 jam pertama
 Standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas?
- Melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan. Mencakup : Talipusat, Komplikasi yang terjadi pada masa nifas. Gizi, kebersihan
3.2 Saran
Disarankan pada pada semua bidan puskesmas maupun praktek swasta mengikuti standar yang ada demi keselamatan dan kesejahteraan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
• http://www.google.com
• Pelayan Kebidanan, 2006, EGC, Jakarta

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada Oktober 15, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: ucapan terima kasih, kematian bayi, tenaga kesehatan, globalisasi ekonomi, pelayanan kesehatan
Mioma Uteri
27SEP
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Mioma uteri neoplasma jinak yang dalam kepustakaan ginekologi terkenal dengan  istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterinenfibroid. Mioma uteri umumnya terjadi pada usia reproduksi yaitu yaitu pada usia lebih dari 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 281 ).
Adapun dampak bila mioma uteri tidak diangkat yaitu terjadi pertumbuhan leimiosarkoma,nekrosis dan infeksi. Untuk mencegah agar tidak terjadi dampak-dampak yang lebih parah maka ada beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah terapi operatif yaitu dengan histerektomitotal abdominal (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ;287 ).
Histerektomi Total Abdominalis dengan atau tanpa salphingektomi adalah salah satu  operasi ginekoogi yang paling sering dilakukan sehingga hal ini menjadi salah satu tindakan standar bagi ahli bedah ginekologi yang berpraktek.Meskipun klien telah mengalami pembedahan bukan berarti masalah sudah teratasi, tapi akan timbul dampak-dampak akibat pembedahan antara lain perubahan sirklus hormon, menopause dini , timbul masalah koitus, peningkatan insien opsteoporosis, adanya nyeri, lebihlamadalam mendapatkan kembali fungsi usus, kesulitan miksi. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang tepat untuk mengurangi rasa sakit pada klien, mencegah komplikasi setelah operasi dan menolong penyembuhan dalam fungsi-fungsi yang normal.
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yangada pada serviks uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada korpus uteri 97 % mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum menarche (prawirohardjo, sarwono 1994 ; 281 ).
B.     Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 ).
C.     Lokalisasi Mioma Uteri
1.      Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2.      Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh kearah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
3.      Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada permukaan uterus.
D.     Komplikasi
1.      Pertumbuhan lemiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2.      Torsi (putaran tangkai )
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3.      Nekrosis dan Infeksi
Pda mioma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
E.      Cara Penanganan Mioma Uteri
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil  khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.
Adapun cara penanganan pada mioma  uteri yang peru diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal.
Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )
TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis  ( Tucker, Susan Martin, 1998 ; 606 ).
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic diseas, leymiomas dan chronic endometriosis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
1. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
a.       Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b.      Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c.       Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap  perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut  adalah :
1. Lokasi nyeri :
2. Intensitas nyeri
3. Waktu dan durasi
4. Kwalitas nyeri.
3. Riwayat Reproduksi
1. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
2. Hamil dan Persalinan
1)      Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini  dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2)      Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.
4. Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
5. Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar  tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar  merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien  yang memakai anaestesi general.
6. Tingkat  Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan  sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
7. Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah  pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya  kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
8. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih  pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
B. Pengelompokan Data
Analisa data adalah mengkaitkan, menghubungkan data yang telah diperoleh dengan teori, prinsip yang relevan guna mengetahui masalah keperawatan klien (Depkes RI 1991 ; 14 )
B.     Diagnose Keperawatan
1)      Gangguan Rsa nyaman (nyeri ) berhubungan dengankerusakan jaringan otot dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah neyeringai.
2)      Gangguan eleminasi miksi  (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
3)      Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual .
4)      Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi yang kurang benar.
C.     Perencanaan
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan, criteria hasil, rencana tindakan atau intervensi dan rasional tindakan (Depkes RI 1991 ; 20 ).
Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf.   :
1)      Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
2)      Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
3)      Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
4)      Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
5)      Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
6)      Observasi efek analgetik (narkotik )
7)      Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.
Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan, oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.
1)      Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine
2)      Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3)      Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
4)      Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
5)      Perhatikan kateter urine  : warna, kejernihan dan bau.
6)      Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat untuk melancarkan urine.
7)      Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.
Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
1)      Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2)      Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3)      Libatkan klien dalam perawatannya
4)      Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.
5)      Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
6)      Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
7)      Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.
Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas, menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan denganterbatasnya imformasi.
1)      Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
2)      Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
3)      Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4)      Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
5)      Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
6)      Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
7)      Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan sirklus penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu seterusnya sampai umur menopause.
Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan mengurangi resiko osteoporosis
Jelaskan resiko penggunaan therapy
Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah, pusing dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada payudara.
D.     Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan ari rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatanini dapat dilaksanakan oleh klien sendiri, oleh perawat secara mandiri maupun bekerjasama  engan tim kesehatan lainnya. (Depkes RI 1991 ; 28 )
E.      Evaluasi.
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan, sedang tujuan evaluasi itu sendiri  adalah menentukan kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan  dan menilai keberhasilan dari rencana keperawatan atau asuhan keperawatan ( Depkes RI 1991 ; 31 )
Adapun evaluasi yang di harapkan pada klien dengan Post TAH-BSO adalah sebagai berikut :
1.      Rasa nyama klien terpenuhi
2.      Pola eliminasi miksi dan defekasi kembali normal
3.      Klien menunjukkan respon adaptif
4.      Pengetahuan klien mengenai keadaan dirinya bertambah
5.      Pola nafas klien kembali efektif
6.      Klien mengerti mengenai adanya perubahan seksualitas.

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada September 27, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: ginekologi, Keperawatan Maternitas, leiomioma, mioma uteri, reproduksi, uterine fibroid
Ciri-ciri dan Cara Mengatasi Keputihan Pada Remaja
27SEP

Ilustrasi.
Keputihan bagi setiap kalangan wanita sudah tidak asing lagi, karena pasti semua wanita mengalami yang namanya keputihan. terkadang, mereka menganggapnya keputihan adalah persoalan biasa. Padahal keputihan tidak bisa di anggap remeh seperti itu saja karena keputihan bisa mengakibatkan kemandulan steve kanker.
Yang dimaksud keputihan adalah, keluarnya cairan selain darah dari vagina yang berwarna putih kekuningan atau putih keabu-abuan baik encer maupun kental, yang beraroma tidak sedap dan bisa menyebabkan rasa gatal yang cukup hebat. Jika Anda mengalaminya, segeralah atasi keputihan Anda secara cepat dan tepat.
Apabila anda tidak sigap mengatasi keputihan, Anda akan menyebabkan hal yang sangat fatal sekali dan berbahaya bagi kesehatan. Faktor pemicu terjadinya keputihan ada empat yang bisa anda ketahui. Antara lain Jamur. Apabila di sebabkan oleh jamur, biasanya di tandai dengan rasa gatal, berbau asam, warna kuning.
Bakteri, Apabila di sebabkan oleh bakteri, biasanya di tandai dengan baunya amis, sering tidak gatal atau sedikit gatal. Virus, apabila di sebabkan oleh parasit tertentu baunya busuk, warna kehijauan atau kuning. Parasit, apabila di sebabkan oleh keganasan servik atau kanker servik cirinya berbau busuk, dan bercampur darah.
Caranya; Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan keasaman di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka panjang.
Dua, hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
Tiga, selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian. Empat, gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya Anda membawa cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
Lima, gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar organ intim panas dan lembab. Enam, tidak di anjurkan memakai celana jeans karena pori-porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.
Tujuh, ketika haid, sering-seringlah berganti pembalut. Delapan, gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya Anda dirumah.
editor : athoenk

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada September 27, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: abuan, antiseptik, encer, kemandulan, Keperawatan Maternitas, mengatasi keputihan, vagina harum
Beberapa Jenis Penyakit Kelamin Wanita
27SEP

HPV
Penyakit kelamin pada wanita yang bernama Human Papilloma Virus (HPV) ini adalah salah satu infeksi virus yang disebabkan oleh hubungan seksual paling umum. Sebagian besar penyakit ini tidak begitu berbahaya tetapi jika test smear nampak tidak normal, dokter akan menyarankan untuk test lab.
Cara untuk mengetahui HPV adalah dengan cervical smear atau screening kesehatan seksual. Yakinlah untuk memeriksa secara teratur setidaknya satu kali setiap tiga tahun. Berhenti merokok karena penelitian menemukan hubungan antara merokok dan kanker vulva.
PID
Penyakit kelamin pada wanita  yang disebut Pelvic Inflammatory Disease (PID) mempengaruhi satu dari 10 wanita dan jika dibiarkan akan menyebabkan ketidaksuburan. Gejala yang mungkin timbul pinggul sakit saat hubungan seks, pendarahan yang tidak teratur atau perubahan bau pada vagina. Segera periksa ke dokter jika anda menemukan gejala itu. Penyakit ini dapat dengan mudah disembuhkan dengan antibiotik.
Upaya pencegahan PID adalah lakukan seks yang aman dan memeriksakan secara teratur. Kadang-kadang gejala tidak begitu jelas sampai semua terlambat
BV
Bacterial Vaginosis adalah salah satu infeksi vagina yang paling umum diantara wanita di usia beranak. Penyakit ini sering dianggap hanya infeksi karena memiliki gejala yang sangat umum dengan infeksi biasa.
Gejala dari ketidakseimbangan bakteri dalam vagina termasuk gatal, aroma amis dan perubahan dalam vagina. Jangan biarkan gejala-gejala tersebut dan yakinlah untuk diperiksa dan disembuhkan dengan baik. Jika dibiarkan, ini akan meningkat resiko berkembang menjadi PID.

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada September 27, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: human papilloma virus, kadang kadang, kanker vulva, Keperawatan Maternitas
Keputihan Abnormal Berdampak Pada Kesuburan
27SEP
 Keputihan merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada perempuan, dan hampir setiap perempuan pernal mengalami keputihan.  Sebenarnya, setelah dilakukan pemeriksaan, penderita yang datang dengan keluhan ini tidak semuanya menunjukkan adanya penyakit atau kelainan. Memang keputihan dapat terjadi pada keadaan normal, tetapi dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan yang harus diobati.
Dampak Keputihan Pada Kesuburan
Gangguan Kesuburan banyak terjadi akibat infeksi pada organ reproduksi khususnya saluran telur. Infeksi umumnya terjadi karena penyakit menular seksual (PMS), misalnya infeksi klamidia gonore. Namun bisa kesuburan bisa juga dipengaruhi oleh infeksi keputihan. Pengaruh keputihan terhadap kesuburan terjadi pada keputihan akibat infeksi bakteri atau jamur.
WHO memperkirakan satu dari 20 remaja di dunia terjangkit PMS setiap tahunnya, bahkan di AS 1 dari 8 remaja. Penelitian di Bagian Obstetri Ginekologi RSCM (Sianturi, 1990-1995) mendapatkan data dua% (usia 11-15 tahun), 12% (usia 16-20 tahun) dari 223 remaja terinfeksi di daerah kemaluan (vulvo-vaginitis), mikroorganisme yang tergolong PMS.
Faktor-faktor yang memicu berkembangnya PMS antara lain karena pengetahuan tentang PMS rendah, hubungan seksualnya cenderung lebih dari satu pasangan atau pasangannya punya lebih dari satu mitra seksual, hubungan seksual tidak aman misalnya tidak memakai kondom.
Selain itu, karena anatomi organ reproduksinya perempuan lebih mudah tertular PMS dari pria, apalagi remaja yang secara biologik serviksnya belum matang dan lebih mudah kena infeksi.
Kanker serviks merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada organ reproduksi. Kanker ini lebih sering terjadi pada wanita usia 35-55 tahun.
Namun demikian, karena resiko terjadinya kanker ini berhubungan dengan usia pertama kali berhubungan seksual, seringnya berganti pasangan dan adanya infeksi PMS, sementara itu remaja kini lebih dini aktif seksual dan kejadian PMS-nya meningkat, maka kecenderungan usia kejadian kanker ini menjadi lebih dini dari 35 tahun.
Kejadian kanker serviks berkaitan dengan riwayat infeksi HPV (virus Human Papiloma) yang termasuk PMS dan biasanya menampilkan gejala keputihan pula. Siti menjelaskan pencegahan yang terpenting adalah menghindari terjadinya PMS dengan tidak berhubungan seksual sebelum menikah.
Keputihan Abnormal

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada September 27, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: Anatomi, ginekologi, kanker serviks, Keperawatan Maternitas, keputihan, klamidia, penyakit menular, vulvo vaginitis
Rasa Gatal Ketika Keputihan ???
27SEP
Hampir semua wanita pasti pernah merasakan gatal akibat keputihan. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan flora normal vagina yang menyebabkan bakteri jahat di area intim ini tumbuh berlebihan.
“Jamur Menimbulkan Efek Gatal Pada Miss V”
 Selain karena bakteri atau jamur, pengeluaran cairan yang berlebihan menjelang dan setelah menstruasi juga kerap menimbulkan gatal. Walau begitu, segatal apa pun tahan keinginan untuk menggaruk alat kelamin. Menggaruk dan membasuhnya dengan air hangat memang bisa menghilangkan gatal, tapi hanya sementara. Jika tangan Anda tak bisa diam untuk menggaruk, akibatnya miss V akan iritasi, sementara rasa gatal semakin menjadi-jadi.
Rasa gatal yang timbul pada kemaluan penderita keputihan memang sangat mengganggu dan terkadang tanpa di sadari penderita mengatasi dengan cara di menggaruk dengan jari secara spontan untuk mengurangi rasa gatal yang dirasakan, hal ini sebenarnya bisa menyebabkan iritasi pada organ vital anda dan bisa berakibat infeksi.
Penyebab terjadinya rasa gatal pada miss v :
1. Jamur candida atau monilia (berwarna putih susu, kental, bau menyengat dan gatal) di sebabkan penyakit kencing manis, pemakaian pil KB dan daya tahan rendah.
2. Parasit Trichomonas Vaginalis(cairan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijau-hijauan dan berbau anyir. Ditularkan lewat hubungan sex, bibir kloset yang terkontaminasi dan peralatan mandi.
3. VIRUS , penyakit keputihan yang diakibatkan oleh virus biasanya bawaan dari hiv/aids, codyloma, herpes dll yang dapat memicu munculnya kanker rahim atau kanker servick. Keputihan virus herpes menular dari hubungan seksual dengan gejala ada luka melepuh di sekeliling liang vagina dengan cairan gatal dan rasanya panas.
4. BAKTERI, biasanya diakibatkan oleh bakteri gardnerelladan keputihannya disebut bacterial vaginosis dengan ciri-ciri cairannya encer dengan warna putih keabu-abuan beraroma amis
5. Kelelahan yang amat sangat
6. Stress
7. Tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi
8. Memakai sembarang sabun untuk membasuh vagina
9. Tidak mejalani pola hidup sehat (makan tidak teratur, tidak pernah olah raga, tidur kurang)
10. Tinggal di daerah tropis yang lembap
11. Lingkungan sanitasi yang kotor
Sumber : crystalxs.com

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada September 27, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: air hangat, bacterial vaginosis, kanker rahim, Keperawatan Maternitas, penyakit kencing manis, trichomonas vaginalis, virus penyakit
TOILET UMUM Dan KEPUTIHAN PADA WANITA ??
27SEP
 Salah satu tempat umum yang dapat menyebabkan berjangkitnya penyakit adalah toilet umum. Baik itu toilet umum di mall, perkantoran, rumah sakit, kampus, kendaraan umum. Termasuk bagian yang dapat menjadi sumber penyakit dalam toilet adalah gagang pintu, dudukan toilet, dan air bilasan kran.
Bicara soal kesehatan toilet, mengutip Majalah Majalah Dokter Kita (edisi 01 November 2008) ada peringatan untuk pengguna toilet duduk. Kenapa? Karena meski terlihat bersih bukan berarti bebas dari kuman. Pada sebuah penelitian, ditemukan setidaknya 21 jenis bakteri dan 2 jamur di area tersebut. Keberadaan kuman itu jangan dianggap sepele karena dapat mengganggu kesehatan. Gangguannya mulai dari gatal hingga infeksi saluran kencing.
Dan peringatan ini lebih besar untuk kaum perempuan. Pertama, adalah infeksi kulit pada dan sekitar vagina. Keluhannya bermacam-macam tergantung pada sebabnya, bisa karena jamur atau karena bakteri. Infeksi pada kulit mencakup rasa gatal-gatal pada area vagina, keputihan, bintik merah-merah dan lainnya. Tak hanya di vagina, infeksi kulit juga menyerang area selangkangan (antara vagina dan dubur).
Contoh bakteri yang biasa berkembang adalah Staphilococcus Sp, bakteri tersebut dapat menyebabkan timbulnya berbagai bisul dan dapat menjadi infeksi yang resisten terhadap antibiotik. Juga terdapat E.Coli, bakteri Enterococcus (bakteri dalam kotoran yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan infeksi luka) dan masih banyak lagi jenis dan jumlah bakteri yang lain. Penyakit yang umum jika tidak bersih dalam menggunakan toilet umum:
1. infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita daripada wanita karena saluran kemih wanita lebih pendek daripada pria. Banyak saluran kemih yang dapat terinfeksi yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Tanda-tanda umum nyeri seperti pada buang air kecil, air kencing sedikit atau bahkan berdarah, mual, nyeri punggung belakang.
2. Selain itu yang mengancam adalah pemakaian toilet umum adalahkeputihan oleh bakteri Gordnella. Bakteri ini dapat menimbulkan keputihan keabu-abuan, bau amis, berbuih, dan berair, gatal pada vagina. Penyebab keputihan yang lainnya adalah bakteri Pallidium.
3. Keputihan yang membahayakan adalah parasit Trichomonas Vaginalis. Parasit ini penyebab keputihan dengan ciri-ciri yaitu cairan berwarna kuning atau kehijauan, sangat kental, berbau anyir, berbuih. Ditularkan melalui hubungan seksual, bibir kloset yang terkontaminasi parasit atau juga perlengkapan mandi yang dipakai secara bersama-sama.
Bagaimana mengurangi resiko terpapar kuman toilet umum?
Pilih toilet umum dengan closet jongkok. Toilet jongkok tidak menyentuh langsung permukaan closet dan lebih higienis.
Jika menggunakan closet duduk, sebelum menggunakannya, bersihkan dulu pinggiran atau dudukan closet dengan cairan pembersih dan tisu baru. Bila perlu setelah dibersihkan, lapisi dudukan dengan tisu
Jangan cebok di toilet umum dari air yang ditampung di bak mandi atau ember. Pakailah shower atau keran.
Biasakan cebok dengan cara yang benar, yaitu dari arah depan ke belakang, jangan sebaliknya. Bila terbalik maka cara cebok seperti itu sama saja seperti menarik kotoran ke daerah vagina atau saluran kencing.
Toilet bersih bukan jaminan terbebas dari kuman. Sumber kuman bisa jadi malah dari Anda sendiri, khususnya tangan. Biasakan untuk mencuci sebelum dan sesudah melakukan aktivitas di toilet.
Dengan memperhatikan tips-tips di atas, diharapkan hantu toilet umum berupa penyakit keputihan, infeksi saluran kemih, dan organ reproduksi pada wanita dapat dicegah.
sumber : http://www.bebaskeputihan.com

Tinggalkan Komentar
Posted by athoenk46 pada September 27, 2012 in Keperawatan Maternitas

Kaitkata: Keperawatan Maternitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar